Assalamualaikum Warahmatullahai Wabarakatuh

Rabu, 29 Juli 2015

Mengapa kita kalah?


sebuah refleksi kegelisahan
oleh Syahrul*

Sebagai guru yang mengajar di sekolah swasta, ada rasa kebanggaan tersendiri dibandingkan mengajar di sekolah negeri istilah lainnya sekolah plat merah. Mungkin rasa ini berbeda dengan sebagian teman atau rekan yang lain. jika dilihat secara sekilas, benar adanya jika sekolah swasta atau istilah lainnya sekolah “luar negeri” memiliki banyak kekurangan, khususnya yang masih kecil. Maka saya sering berseloroh, jika saya sejak SD sampai S2 sekolahnya di luar negeri. Dan sekarang pun mengabdikan ilmu di sekolah luar negerin tersebut. Tidak ada sedikitpun rasa minder atau kecewa atau merasa rendah diri. sedikitpun tidak ada. Tulisan ini bukan untuk membanding-bandingkan atau melebihkan satu dengan yang lain. Hanya sebagai refleksi anak bangsa yang cinta dengan pendidikan bangsanya. Bahwa pendidikan kita belum adil.



Berkaitan dengan yang menjadi “kekurangan” di sekolah swasta, saya akan Sedikit saja menyebutkan, diantaranya; input siswanya, rata-rata adalah anak-anak “sisa” atau “buangan” dari sekolah negeri setelah nilai mereka kalah bersaing dengan siswa yang lebih pintar. Atau anak-anak yang sudah “sadar diri” jika nilai mereka rendah dan tidak ada kemungkinan lolos. Ada juga karena anaknya terlanjur “nakal” maka agar sadar, ya masukan saja ke sekolah yang berlabel islam. Persis bengkel. Dan sangat sedikit yang mendaftarkan diri karena ideologi.

Permasalahan kedua, berkaitan dengan sarana prasarana. Kadang saya iri melihat sekolah-sekolah yang setiap ruang kelas ada media proyektor dan alat pendukung lainnya. Tinggal tancap listrik, kabel, klik nyala, lalu cat cit suara aneka gambar dan vidio bersleweran membuat pembelajarn lebih menarik. Kebayang deh bagaimana kita rebutan satu proyektor untuk sembilan kelas. bahkan mau menambah satu saja, kita harus “mengemis” kesana-kesini atas nama Tuhan menjual amal jariah. Infak Ramadhan.

Tidak kalah pentingnya yang ketiga adalah masalah guru atau tenaga pengajar. kebayakan adalah guru-guru muda fresh graduate. Bukan berarti yang tua lebih mampu. Bukan. Karena ilmu itu terus berkembang. Masih banyak keinginan duniawiyah yang mengelayuti pindak guru muda. Ingin menikah, rumah tangga baru, memiliki anak-anak yang masih kecil, anak-anak yang butuh uang sekolah, ingin mandiri, punya rumah sendiri, kalau bisa punya mobil pribadi dan seribu satu keinginan yang lain. wajar, dan sangat wajar. Namun, mereka harus rela dengan realitas “gaji” yang –maaf- selalu saja jatuh “koma” saat tanggal masih sangat muda. Dan sedikit dihibur dengan janji-janji sertifikasi, bosda dan apalah-apalah dari pemerintah yang kadang turunnya pun seret-seret. Mungkin cuman kata “Ikhlas” yang bisa membuat mereka bertahan.

 ***
 Saya masih ingat cerita dari beberapa fonding father yang masih hidup, sejarah mengapa SMP Muhammadiyah 2 Sawangan harus berdiri saat itu. Sekolah ini harus berdiri demi menyelamatkan akidah generasi islam. Sekolah ini berdiri karena ALLAH. Membela dan memperjuangkan agamaNya. Karena pondasinya kuat, maka mereka bahu membahu, tolong menolong mengeluarkan apa yang dimiliki. Yang berharta, infak, yang punya tenaga, sumbang tenaga, yang punya pikiran, sumbang saran. Tidak ada keluhan. Kebahagian mereka adalah melihat sekolah ini berdiri segera. Maka atas pertolongan Allah, berawal dari rumah masyarakat sedikit demi sedikit sekolah ini besar dan kokoh sampai saat ini. Berlantai dua dengan siswa kurang lebih 270 orang. Tugas kita adalah menjaga dan merawat serta memajukannya. Semua kita. 

Saingan kita yang sekaligus menjadi latar belakang berdirinya sekolah ini, menunjukkan perkembangan yang semakin lama semakin meresahkan sekaligus menyedihkan. Dengan status yang sama, input yang sama, SDM yang hampir sama tetapi menghasilkan keluaran atau output yang berbeda. Khusunya dalam hal intelektual atau nilai. Kita kalah. Dalam hal sikap dan dan akhlak kita wajib menang. Kalau tidak maka apalagi yang tersisa?, kebanggaan apalagi yang akan kita perjuangkan. Setiap tahunnya, nilai hasil Ujian Nasional selalu saja jauh di atas kita. Bahkan yang paling mutakhir, dalam lomba LCC kita tertinggal jauh, terpaut sekitar 30 tingkat. Urutan 9 berbanding urutan 50.

Mengapa? Adalah pertayaan yang harus dicarikan jawaban. Jawaban bukan alasan. Saya mencoba untuk menganalisis dan menjawab berdasarkan pengamatan dan sedikit ilmu yang saya miliki. Kekalahan itu dimulai dari kita. Setidaknya ada dua faktor; pertama, sudah lama kita atau umat Islam ini meninggalkan ajaran Islam. Mengabaikan agamanya. Islam pernah menguasai hampir separuh dunia ini. Pernah berjaya dalam peradaban ilmu dan teknologi berabad-abad lamanya. Ratusan Ulama-ulama islam terkenal sebagai ahli agama sekaligus filosfi, ahli kedokteran, aljabar, astronomi dan ilmu-ilmu lainnya. Nama-nama mereka terkenal di Eropa sampai sekarang. Mengapa kaum muslimin dulu berjaya?, karena mereka mengamalkan ajaran agamanya. Dan mengapa mereka kemudian hancur lebur dan babak belur sampai sekarang? Karena meninggalkan agamanya.

Apakah kita juga termasuk meninggalkan agama Islam? Iya. Surah yang pertama kali turun berisi perintah membaca dan menulis, di zaman itu. Lalu siapa yang mengamalkan ajaran ini? Kita?, Kita lebih asyik dengan budaya verbal. Setidaknya saya pernah bergaul dengan non muslim dan sungguh mereka sangat kuat komitmen membaca dan menulisnya. Di Eropa, pemandangan yang tersaji di tempat-tempat umum seperti stasiun, bandara, dalam bus atau kereta adalah orang-orang yang sibuk membaca atau menulis. Awesome.

Islam mengajarkan hidup yang bersih. Hadisnya mengatakan, Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai hal-hal yang indah. Hadis lain, bahwa keimanan seseorang sangat tergantung dari kecintaannya kepada kebersihan. Dan banyak lagi dari ajaran agama ini yang mengajarkan umatnya mencintai kesucian lahir dan batin. Lalu siapa yang mengamalkannya? Kita?, Kita tidak begitu peduli dengan kebersihan masjid-masjid. Beberapa kali saya masuk masjid dan keluar dengan rasa kecewa. Karpet yang kotor, bau, dan nglinting-nglinting tidak karuan. Belum lagi kondisi MCK yang dahsyatnya minta ampun. Anda bayangkan sendiri.

Sementara Singapura adalah negara kecil yang kebersihan dan keindahan kotanya terdengar senter ke seluruh dunia. Belum Jepang, Eropa dan beberapa negara lain yang notabenenya adalah bukan Islam. Tetapi mereka lebih islami dari orang Islam. Dan banyak lagi contoh-contoh kehidupan keseharian yang semakin jauh dari agama kita sendiri. tidak akan selesai tulisan ini untuk membahas dan membedahnya.

Kita lanjutkan pada faktor kedua; sesama kita belum menunjukkan kerjasama yang solid. Rapuh dan kadang begitu mudah dipecah belah oleh gosip dan berita-berita yang nggak jelas sumbernya. Menggunting dalam lipatan, menelikung dari belakang. Sehingga memunculkan prasangka, kecurigaan satu dengan yang lain. sekolah sekolah islam bersaing tidak sehat, saling menjatuhkan demi meraup untung. Kita keropos dari dalam. Sedikit berkaca dari pesaing kita, bagaimana kesolidan mereka yang nampak dan bisa kita amati cukup membuat kita berdecak kagum. Mereka bahu membahu merahasiakan info sekolah kepada siapa pun yang tidak berhak. Apa kegiatan mereka, berapa jumlah siswa mereka, strategi menjaring siswa baru, sampai dari mana sumber dananya. Tertutup. namun, saat muncul ke publik yang tampak adalah prestasi. Hampir-hampir tidak pernah terdengar berita-berita miring akan kelangsungan sekolah mereka. Padahal mereka harus mencari murid di tengah-tengah mayoritas masyarakatnya adalah muslim. Mereka cerdas menjadikan kekurangan sebagai kekuatan.
 ***
Masih teringat nasihat yang bijak dari guru saya, “jika kamu gagal, maka berhenti menyalahkan orang lain dan mencari-cari sejuta alasan. Intropeksi dirilah. Bisa jadi kita yang tidak maksimal, belum ikhlas dan belum menjadikan Allah sebagai penolong.” maka kita bisa lebih maju dan bahkan menjadi yang terbaik di Magelang, jika kita mau. Namun, jika masih ada satu atau dua yang masih ragu dan tidak yakin maka jangan terlalu banyak berharap menjadi yang terbaik. Tidak ada yang mustahil di dunia jika Allah menghendaki. Sebagai bentuk usaha mari kita bergandeng tangan merapatkan barisan untuk maju bersama-sama. Hasbunallah wani’mal wakil. Cukuplah Allah sebagi penolong. Amin *catatan dari seorang guru yang teramat mencintai sekolah ini. Teruntuk teman-teman senasib dan seperjuangan, mari kita songsong kejayaan itu bersama-sama sebelum jasad kita menjadi tanah. Mohon maaf jika ada kata-kata yang salah. Your brother Syahrul

1 komentar: