Assalamualaikum Warahmatullahai Wabarakatuh

Jumat, 24 Juli 2015

Capek?, Ayo Melangkah!



Oleh Syahrul*
Sebagai seorang muslim, saya sangat yakin bahwa pemahaman yang benar tentang agama ini, yang kemudian diamalkan dengan cara yang benar pula akan membawa kepada kemajuan. Teringat nasihat teman, bahwa beragama ini bukan tahu banyak hal, tetapi mengamalkan yang sudah diketahui. Dan spirit inilah yang sebenarnya ditangkap oleh Ahmad Dahlan –pendiri Muhammadiyah- dalam mengajarkan Islam (surah al-Maun) kepada murid-muridnya. Harus ada karya dalam setiap nasihat. Islam dan al-Qur’an akan terus menggantung di langit kalau tidak diturunkan. Mengambil istilah Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an. Sehingga, dengan inspirasi al-Qur’an lahir puluhan amal usaha Muhammadiyah di seluruh Indonesia.


Setelah sekian lama bergaul dan mengamati prilaku teman-teman kerja di berbagai tempat, yang notabenenya kebayakan muslim, saya menjumpai banyak prilaku yang selalu saja menyalahkan keadaan, mengeluh dan pasrah. Sehingga kondisi hidup, baik pada sisi keilmuan, ibadah, prilaku, dan ekonomi berjalan biasa-biasa saja bahkan cenderung stagnan, datar. Ada yang sudah bekerja lima tahun, sepuluh tahun, bahkan lima belas tahun namun, tidak menunjukkan perubahan kehidupan yang memadai. Saya sering berseloroh kepada istri tentang penjual bubur yang menjadi langganan setiap pagi, yang setiap harinya keliling kampung dengan sepeda motor. Katanya sudah jualan bubur 20 tahun lamanya. “Harusnya sih, sudah punya minimal empat grobak motor dan satu tempat jualan menetap yang melayani dari pagi sampai sore.” 

Dalam logika sederhana saya yang bukan sebagai pedagang, rentang waktu yang tidak sebentar ini hal itu bisa dilakukan. Saya  mencoba mengurai kembali tulisan Felix Y. Siauw, “How to Master your Habits”, beliau mengutip sebuah penelitian bahwa seorang baru akan menjadi ahli dalam bidang yang dia pilih apabila telah berlatih selama 10.000 jam di bidang tersebut. Nah, jika kita berlatih 3 jam sehari dalam yang ingin kita kuasai maka perlu 10 tahun bagi kita untuk mencapai 10.000 jam itu. Bila kita ingin 5 tahun menjadi ahli seorang ahli, maka haruslah latihan itu kita tingkatkan 6 jam sehari. Salah satu kunci menjadikan habits kita expert. Menjadi ahli.

Analisis sederhananya, penjual bubur itu menggunakan minimal 5 jam berjualan setiap harinya. Sehingga hanya butuh 5 tahun untuk mencapai 10.000 jam dan ia telah menghabiskan jualan bubur 20 tahun, saat ini seharusnya sudah ahli. Be an expert. Lalu, mengapa sang penjual bubur masih menggunakan gerobak yang sama dengan untung yang sama sampai saat ini?. Tidak ada jawaban tunggal, banyak faktor penyebabnya. Yang ingin saya sampaikan di sini bahwa “seharusnya” penjual bubur sudah ahli. Sukses dengan jalan dan profesi yang dipilihnya.  

Islam memberikan semangat kemajuan kepada ummatnya. Move on atau terus bergerak menjadi lebih baik dari hari-hari yang ditinggalkan. Dalam hadis populer, ““Barang siapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang beruntung, Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin dialah tergolong orang yang merugi dan Barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dialah tergolong orang yang celaka” (HR Hakim). Maka yang beruntung adalah mereka yang selalu meningkat, bertambah dan berkemajuan. Jangan pernah merasa puas dan berhenti setelah melakukan kebaikan, setelah satu urusan selesai bersegeralah untuk urusan yang lain. faizda faraghta fanshab (QS. Alam Nashrah: 7)

Lebih baik dari kemarin adalah kata kuncinya. Change, perubahan dan pergerakan. Jika al-Ghazali membagi ilmu menjadi fardhu ‘ain, yaitu ilmu yang wajib dipelajari oleh semua orang seperti ilmu agama, dan fardhu kifayah, yaitu keahlian yang tidak semua kita harus menguasainya seperti kedokteran dll. Maka seyogyanya bagi seorang muslim memperbaiki, meningkatkan dan memurnikan keimanannya, ibadahnya, dan akhlaknya menjadi prioritas utama. Karena ketika hubungan seseorang baik kepada Tuhannya maka, insyaallah dengan segala kasih sayangNya pintu-pintu dunia ini akan dibukankan oleh Allah selebar-lebarnya dan tak terduga-duga. Min haitsu laa yahtasib. Dari arah yang tidak disangka-sangka.

Apa gunanya kekayaan bertambah setiap hari, rumah gedongan, kendaraan berjejer, usaha semakin lancar dan relasi semakin luas jika kemampuan shalat kita kualitasnya tidak jauh beda saat kita masih anak-anak. Kelancaran dan kefasihan membaca al-Qur’an tidak berubah, terbata-bata dan tidak mengenal panjang pendek bacaan sama dengan 40 tahun yang silam. Hafalan jangankan bertambah bahkan cenderung berkurang setiap harinya. Sedekah tidak ada yang istimewa, sekedarnya dan secukupnya, sama setiap tahunnya. Apalagi tidak dua-duanya, urusan dunia keteteran, pun akhiratnya terbengkalai.
***
Saya termasuk lambat bisa membaca al-Qur’an, selama Sekolah Dasar orangtua tidak pernah mengajarkan baca tulis al-Qur’an, bahkan sebagai anak saya belum pernah melihat dan mendengar mereka memegang al-Qur’an dan membacanya. Sehingga saya berkesimpulan bahwa mereka tidak bisa mengaji. Iqra’ satu saya mulai saat duduk di Kelas satu SMP, dua tahun kemudia di kelas tiga, saya baru bisa menyelesaikan Iqra’ 6. Masih terbata-bata dan belum sepenuhnya faham ilmu tajwid. Maka latihan dan latihan terus saya jalani dan setiap ada kesempatan, saya meminta kakak kelas yang bacaanya lebih bagus untuk bersedia menyimak dan mengoreksi bacaanku.

Setelah merasa lebih baik, saya mulai menghafal dan sesekali melihat arti dan makna dari apa yang saya baca dan hafalkan, sehingga setiap harinya selalu saja ada peningkatan dalam memahami al-Qur’an. Begitu pula dengan ibadah shalat yang saya jalani. Mulai dari menghafalkan bacaanya, memperbaiki gerakannya lalu mulai memahami arti dan makna dari bacaannya. Dan puncaknya melatih dari untuk khusuk dan merasa nikmatnya beribadah. Intinya adalah harus ada perubahan lebih baik dari kemarin. Begitu pula aspek-aspek yang lain, jika itu tidak kita lakukan, maka kita termasuk orang-orang yang rugi bahkan celaka.

Dalam urusan duniawiah, saat diberi kesempatan mengajar, saya belum menyelesaikan pendidika S1. Setahun kemudia saya wisuda. Belum cukup?, harus lebih baik dari kemarin. Setahun kemudian dengan bermodalkan nekat dan keyakinan saya melanjutkan kuliah ke jenjang selanjtnya. Tanpa ada kepastian dan jaminan mau bayar pake apa. Utang dulu, bayar kemudian. Saya selalu yakin jika penjudi, perampok, penipu saja Allah berikan rezekinya apalagi bagi seseorang yang berjihad di jalanNya. Dua tahun kemudian saya diwisuda. Allah menepati janjinya, ada saja jalan keluar dari setiap situasi kepepet. The power of kepepet. Innama’ al-‘usri yusra. Beasiswa dadakan lah, penelitian yang didanai, sampai pinjaman yang diikhlaskan. Selalu saja Allah menyediakan sayap bagi yang membutuhkannya.

Harus lebih baik. What’s next?, melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi? Keinginan itu selalu ada, namun dengan berbagai macam pertimbangan maka belum saatnya. Meskipun, saya “cemburu” saat mendengar ada teman satu kelas bisa langsung lanjut ke jenjang S3. Selamat. Yang Saya lakukan adalah mencoba mencari apa yang lebih baik dari kemarin. Bukan lebih baik dari orang lain, bukan?. Ya, mengamalkan ilmu dalam bentuk tulisan. Ya, berkarya dan berdakwah dengan pena. Itu yang belum saya lakukan selama ini. Harus ada beberapa buku saya yang terbit sebelum teman saya menyelesaikan Doktornya. Sebuah tekat menjadi lebih baik disetiap harinya.

mulailah kemudian saya membuka jalan itu, dengan berteman, bergabung dan belajar kepada mereka yang telah lama berkecimpung dalam dunia perbukuan dan literasi. Seolah Allah mendengar, dengan sangat mudah, satu dua jalan terbuka. Mulai mengenal penulis-penulis beken, bergabung di grup para pecinta dan penulis, serta belajar dan sharing banyak ilmu perbukuan dan penerbitan sekaligus suntikan hormon motivasi menjadi penulis. Satu lagi yang tidak kalah pentingnya, mempersiapkan diri dan memantaskan diri.

menulis atau menjadi penulis ahli, be an expert writer. Menulis harus menjadi habits. Masih ingat teori menciptakan habist menjadi expert?. Ya, butuh 10.000 jam latihan. Practice and repetition. Nah, sekarang kita tinggal mengatur waktunya, mau 10 tahun lagi? Ya, practice and repetition tiap hari 3 jam. Mau lebih cepat, 5 tahun cukup maka, 6 jam perhari. Kita yang menentukan. Setelah itu istiqamah dan konsisten. Keraslah terhadap dirimu, niscaya dunia akan memperlakukanmu dengan lembut. Namun, jika kamu memanjakan dirimu, maka dunia akan keras kepadamu.

Langkahkan kakimu, jangan jalan ditempat, bergegaslah pada urusan yang lain setelah yang satu selesai, move on setelah itu move up!. Air yang tidak mengalir hanya akan menjadi sarang penyakit. Manusia dengan segala potensi yang telah diberikan, harusnya malu kepada Allah jika tidak maju. No excuse. Jangan banyak alasan. Orang banyak alasan cocoknya tinggal di alas. Alasan hanya akan menjadi pembenar dari kemalasan kita. Tuhan tidak menuntut kita untuk lebih baik dari orang lain, yang diinginkanNya adalah kita lebih baik dari diri kita yang kemarin. Setiap harinya. Seperti menaiki tangga step by step sampai mencapai puncak kemenangan.      
****

  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar