Oleh Syahrul*
Sebagai seorang muslim, saya sangat
yakin bahwa pemahaman yang benar tentang agama ini, yang kemudian diamalkan
dengan cara yang benar pula akan membawa kepada kemajuan. Teringat nasihat
teman, bahwa beragama ini bukan tahu banyak hal, tetapi mengamalkan yang sudah
diketahui. Dan spirit inilah yang sebenarnya ditangkap oleh Ahmad Dahlan –pendiri
Muhammadiyah- dalam mengajarkan Islam (surah al-Maun) kepada murid-muridnya.
Harus ada karya dalam setiap nasihat. Islam dan al-Qur’an akan terus
menggantung di langit kalau tidak diturunkan. Mengambil istilah Quraish Shihab,
Membumikan al-Qur’an. Sehingga, dengan inspirasi al-Qur’an lahir puluhan amal
usaha Muhammadiyah di seluruh Indonesia.
Setelah sekian lama bergaul dan
mengamati prilaku teman-teman kerja di berbagai tempat, yang notabenenya kebayakan
muslim, saya menjumpai banyak prilaku yang selalu saja menyalahkan keadaan,
mengeluh dan pasrah. Sehingga kondisi hidup, baik pada sisi keilmuan, ibadah,
prilaku, dan ekonomi berjalan biasa-biasa saja bahkan cenderung stagnan, datar.
Ada yang sudah bekerja lima tahun, sepuluh tahun, bahkan lima belas tahun
namun, tidak menunjukkan perubahan kehidupan yang memadai. Saya sering
berseloroh kepada istri tentang penjual bubur yang menjadi langganan setiap
pagi, yang setiap harinya keliling kampung dengan sepeda motor. Katanya sudah
jualan bubur 20 tahun lamanya. “Harusnya sih, sudah punya minimal empat
grobak motor dan satu tempat jualan menetap yang melayani dari pagi sampai
sore.”
Dalam logika sederhana saya yang
bukan sebagai pedagang, rentang waktu yang tidak sebentar ini hal itu bisa
dilakukan. Saya mencoba mengurai kembali
tulisan Felix Y. Siauw, “How to Master your Habits”, beliau mengutip
sebuah penelitian bahwa seorang baru akan menjadi ahli dalam bidang yang dia
pilih apabila telah berlatih selama 10.000 jam di bidang tersebut. Nah,
jika kita berlatih 3 jam sehari dalam yang ingin kita kuasai maka perlu 10
tahun bagi kita untuk mencapai 10.000 jam itu. Bila kita ingin 5 tahun menjadi
ahli seorang ahli, maka haruslah latihan itu kita tingkatkan 6 jam sehari. Salah
satu kunci menjadikan habits kita expert. Menjadi ahli.
Analisis sederhananya, penjual
bubur itu menggunakan minimal 5 jam berjualan setiap harinya. Sehingga hanya
butuh 5 tahun untuk mencapai 10.000 jam dan ia telah menghabiskan jualan bubur
20 tahun, saat ini seharusnya sudah ahli. Be an expert. Lalu, mengapa sang
penjual bubur masih menggunakan gerobak yang sama dengan untung yang sama sampai
saat ini?. Tidak ada jawaban tunggal, banyak faktor penyebabnya. Yang ingin
saya sampaikan di sini bahwa “seharusnya” penjual bubur sudah ahli. Sukses
dengan jalan dan profesi yang dipilihnya.
Islam memberikan semangat
kemajuan kepada ummatnya. Move on atau terus bergerak menjadi lebih baik dari
hari-hari yang ditinggalkan. Dalam hadis populer, ““Barang siapa hari ini lebih
baik dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang beruntung, Barang siapa
yang hari ini sama dengan hari kemarin dialah tergolong orang yang merugi dan
Barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dialah tergolong orang
yang celaka” (HR Hakim). Maka yang beruntung adalah mereka yang selalu
meningkat, bertambah dan berkemajuan. Jangan pernah merasa puas dan berhenti
setelah melakukan kebaikan, setelah satu urusan selesai bersegeralah untuk
urusan yang lain. faizda faraghta fanshab (QS. Alam Nashrah: 7)
Lebih baik dari kemarin adalah
kata kuncinya. Change, perubahan dan pergerakan. Jika al-Ghazali membagi ilmu
menjadi fardhu ‘ain, yaitu ilmu yang wajib dipelajari oleh semua orang seperti
ilmu agama, dan fardhu kifayah, yaitu keahlian yang tidak semua kita harus
menguasainya seperti kedokteran dll. Maka seyogyanya bagi seorang muslim
memperbaiki, meningkatkan dan memurnikan keimanannya, ibadahnya, dan akhlaknya menjadi
prioritas utama. Karena ketika hubungan seseorang baik kepada Tuhannya maka,
insyaallah dengan segala kasih sayangNya pintu-pintu dunia ini akan dibukankan oleh
Allah selebar-lebarnya dan tak terduga-duga. Min haitsu laa yahtasib.
Dari arah yang tidak disangka-sangka.
Apa gunanya kekayaan bertambah
setiap hari, rumah gedongan, kendaraan berjejer, usaha semakin lancar dan
relasi semakin luas jika kemampuan shalat kita kualitasnya tidak jauh beda saat
kita masih anak-anak. Kelancaran dan kefasihan membaca al-Qur’an tidak berubah,
terbata-bata dan tidak mengenal panjang pendek bacaan sama dengan 40 tahun yang
silam. Hafalan jangankan bertambah bahkan cenderung berkurang setiap harinya.
Sedekah tidak ada yang istimewa, sekedarnya dan secukupnya, sama setiap
tahunnya. Apalagi tidak dua-duanya, urusan dunia keteteran, pun akhiratnya
terbengkalai.
***
Saya termasuk lambat bisa membaca
al-Qur’an, selama Sekolah Dasar orangtua tidak pernah mengajarkan baca tulis
al-Qur’an, bahkan sebagai anak saya belum pernah melihat dan mendengar mereka memegang
al-Qur’an dan membacanya. Sehingga saya berkesimpulan bahwa mereka tidak bisa
mengaji. Iqra’ satu saya mulai saat duduk di Kelas satu SMP, dua tahun kemudia
di kelas tiga, saya baru bisa menyelesaikan Iqra’ 6. Masih terbata-bata dan
belum sepenuhnya faham ilmu tajwid. Maka latihan dan latihan terus saya jalani
dan setiap ada kesempatan, saya meminta kakak kelas yang bacaanya lebih bagus
untuk bersedia menyimak dan mengoreksi bacaanku.
Setelah merasa lebih baik, saya mulai
menghafal dan sesekali melihat arti dan makna dari apa yang saya baca dan
hafalkan, sehingga setiap harinya selalu saja ada peningkatan dalam memahami
al-Qur’an. Begitu pula dengan ibadah shalat yang saya jalani. Mulai dari
menghafalkan bacaanya, memperbaiki gerakannya lalu mulai memahami arti dan
makna dari bacaannya. Dan puncaknya melatih dari untuk khusuk dan merasa nikmatnya
beribadah. Intinya adalah harus ada perubahan lebih baik dari kemarin. Begitu
pula aspek-aspek yang lain, jika itu tidak kita lakukan, maka kita termasuk orang-orang
yang rugi bahkan celaka.
Dalam urusan duniawiah, saat
diberi kesempatan mengajar, saya belum menyelesaikan pendidika S1. Setahun
kemudia saya wisuda. Belum cukup?, harus lebih baik dari kemarin. Setahun
kemudian dengan bermodalkan nekat dan keyakinan saya melanjutkan kuliah ke
jenjang selanjtnya. Tanpa ada kepastian dan jaminan mau bayar pake apa.
Utang dulu, bayar kemudian. Saya selalu yakin jika penjudi, perampok, penipu
saja Allah berikan rezekinya apalagi bagi seseorang yang berjihad di jalanNya.
Dua tahun kemudian saya diwisuda. Allah menepati janjinya, ada saja jalan
keluar dari setiap situasi kepepet. The power of kepepet. Innama’ al-‘usri
yusra. Beasiswa dadakan lah, penelitian yang didanai, sampai pinjaman yang
diikhlaskan. Selalu saja Allah menyediakan sayap bagi yang membutuhkannya.
Harus lebih baik. What’s next?, melanjutkan
studi ke jenjang yang lebih tinggi? Keinginan itu selalu ada, namun dengan
berbagai macam pertimbangan maka belum saatnya. Meskipun, saya “cemburu” saat
mendengar ada teman satu kelas bisa langsung lanjut ke jenjang S3. Selamat. Yang
Saya lakukan adalah mencoba mencari apa yang lebih baik dari kemarin. Bukan lebih
baik dari orang lain, bukan?. Ya, mengamalkan ilmu dalam bentuk tulisan. Ya,
berkarya dan berdakwah dengan pena. Itu yang belum saya lakukan selama ini. Harus
ada beberapa buku saya yang terbit sebelum teman saya menyelesaikan Doktornya.
Sebuah tekat menjadi lebih baik disetiap harinya.
mulailah kemudian saya membuka
jalan itu, dengan berteman, bergabung dan belajar kepada mereka yang telah lama
berkecimpung dalam dunia perbukuan dan literasi. Seolah Allah mendengar, dengan
sangat mudah, satu dua jalan terbuka. Mulai mengenal penulis-penulis beken,
bergabung di grup para pecinta dan penulis, serta belajar dan sharing banyak
ilmu perbukuan dan penerbitan sekaligus suntikan hormon motivasi menjadi
penulis. Satu lagi yang tidak kalah pentingnya, mempersiapkan diri dan
memantaskan diri.
menulis atau menjadi penulis
ahli, be an expert writer. Menulis harus menjadi habits. Masih ingat teori
menciptakan habist menjadi expert?. Ya, butuh 10.000 jam latihan. Practice
and repetition. Nah, sekarang kita tinggal mengatur waktunya, mau 10
tahun lagi? Ya, practice and repetition tiap hari 3 jam. Mau lebih cepat, 5
tahun cukup maka, 6 jam perhari. Kita yang menentukan. Setelah itu istiqamah
dan konsisten. Keraslah terhadap dirimu, niscaya dunia akan memperlakukanmu
dengan lembut. Namun, jika kamu memanjakan dirimu, maka dunia akan keras
kepadamu.
Langkahkan kakimu, jangan jalan
ditempat, bergegaslah pada urusan yang lain setelah yang satu selesai, move on
setelah itu move up!. Air yang tidak mengalir hanya akan menjadi sarang
penyakit. Manusia dengan segala potensi yang telah diberikan, harusnya malu
kepada Allah jika tidak maju. No excuse. Jangan banyak alasan. Orang banyak
alasan cocoknya tinggal di alas. Alasan hanya akan menjadi pembenar dari
kemalasan kita. Tuhan tidak menuntut kita untuk lebih baik dari orang lain,
yang diinginkanNya adalah kita lebih baik dari diri kita yang kemarin. Setiap
harinya. Seperti menaiki tangga step by step sampai mencapai puncak
kemenangan.
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar