Assalamualaikum Warahmatullahai Wabarakatuh

Senin, 13 Juli 2015

Hafidz On the Street (HOTS).


Oleh Syahrul*

Memiliki anak seorang penghafal al-Qur’an mungkin menjadi keinginan semua kita, tidak terkecuali saya pribadi. Meskipun saya dan istri tidak terlahir dari keluarga penghafal, namun keinginan akan anak-anak yang menjaga al-Qur’an dalam hati dan pikirannya terpatrit dalam setiap komitmen kami. Saya sendiri, meskipun sempat pernah mencicipi menghafal al-Qur’an namun, mentok berhenti di Juz delapan. Setelah itu berlahan namun pasti hafalannya satu persatu rontok dan menghilang ditelan  usia dan kesibukan bekerja, hingga tersisa satu dua juz. Sementara istri sendiri berasal dari sekolah umum yang tentunya tidak ada tuntutan menghafal al-Qur’an.


Dalam banyak hadis, Banyak keutamaan yang akan diperoleh para penghafal al-Qur’an. Hafidz atau penghafal al-Qur’an tidak hanya akan menyelamatkan dirinya di akhirat namun, orangtua pun akan mendapatkan pertolongan. Dalam hadis disebutkan, dari Buraidah Al Aslami ra, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah Saw. bersabda “Siapa yang membaca al-Quran, mempelajarinya dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat, cahayanya seperti cahaya matahari, kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan), yang tidak pernah didapatkan di dunia, keduanya bertanya: mengapa kami dipakaikan jubah ini? Dijawab “Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari al-Quran”. (HR. Al Hakim).

Sebagai orangtua, siapa yang tidak ingin jubah kemulian dari Allah?. Sempat berkali-kali merenung tentang hakikat memiliki anak. Apa sih sebenarnya yang kita inginkan dari seorang anak? apa manfaatnya bagi kita?, sehingga kita rela mempertaruhkan hidup dan mati, membunuh rasa lelah dalam melayani mereka, dan rela banting tulang peras keringat mencarika rezeki buat mereka. Hartanya kah? Hem, untuk apa harta di masa tua kita?. Pujian orang atas kehebatan anak kita kah?, hem, apalah arti pujian saat kita sudah mati kelak. Atau kah kedudukan dan jabatan yang tinggi?, hem, kedudukan kadang hanya jadi fitnah.

Satu-satunya yang pantas dan layak kita harapkan dari anak-anak kita kelak sesungguhnya adalah bakti dan ketaatan mereka dikala usia senja, doa-doa meraka saat kita sudah di alam barzakh, dan mahkota kemulian atas penjagaannya terhadap al-Qur’an di akhirat kelak. Bagi saya itu lebih dari cukup. Sementara harta kekayaan, profesi yang wah, dan jabatan yang tinggi biarlah mereka nikmati. Cukup, cukup, cukup lah,  kesholehan mereka yang mengantarkan keridhaan Allah kepada kedua orangtuanya.

Memiliki anak-anak penghafal al-Qur’an tidak semudah membalik telapak tangan. Ada usaha dan strategi yang cantik yang harus dimiliki orang tua, di samaping yang tidak kalah pentingnya adalah contoh teladan. Semenjak putri kami berusia tiga tahun dan sudah bisa diajak untuk berdialog dan bermusyawarah, kami ajukan tawaran apakah sudah siap atau mau untuk diajari baca al-Qur’an. Setelah menyatakan kesedian mulailah kami mengajarkan membaca al-Qur’an.

Satu persatu kami mengenalkan huruf-huruf hijaiyah dengan disiplin. Kami melakukannya dengan kompak, jika istri tidak bisa karena pekerjaan lain, maka saya siap menggantikan. Sehingga jadwal yang sudah disepakati berjalan dengan konsisten, habis Maghriban dan Subuhan. Kami sadar dunia anak adalah dunia bermain dan secara psikologi tidak boleh ada unsur pemaksaan dalam belajar, maka kami selalu menciptakan suasana bermain sambil belajar.
*****
Putri kami yang pertama memiliki kelebihan dibandingkan anak-anak seusianya. Kemampuan berjalan dan berbicara lebih cepat, dan sedikit lebih aktif bergerak. Sehingga tidak bisa begitu fokus saat harus duduk berlama-lama saat membaca iqra. Satu dua baris, sudah ingin bergerak ke sana kemari. “Fakus to!. Mainnya sebentar lagi!” terkadang umminya menimpali. Hal ini sebenarnya wajar bagi seorang anak berusia tiga tahun. Yang harus dilakukan adalah mencari solusi agar pembelajaran menjadi menyenangkan.
Ada sebuah artikel yang cukup menarik, di situ dijelaskan seorang anak yang memiliki kecerdasan kinestetik, suka renang. Anak tersebut diberikan soal matematika kemudian diperintahkan berenang ke ujung kolam kemudian kembali dengan jawaban telah selesai. Berhasil. Hem, menarik. Malam itu saya mencoba mempraktikkan dengan menyuruh umminya duduk di ujung masjid, sementara saya di ujung yang berlawanan. Setelah putri kami menyelesaikan satu dua baris, ia akan berlari ke saya untuk tos-tosan tangan lalu kembali ke umminya melanjutkan. Alhamdulillah, sukses.

Pada usia empat tahun, putri kami sudah mempu menyelesaikan iqra’ enam dan sekarang sedang menyelesaikan juz tiga. Bertambahnya usia, menambah kefokusan putri kami, sehingga lama-kelamaan, metode lari-lari sudah tidak kami terapkan lagi. Meskipun terkadang masih muncul, namun motivasi dan apresiasi terus kami lakukan. Kami membelikan sepeda saat Raisa menyelesaikan iqra enam, karena itu janji kami sebelumnya. Begitu pula janji-janji yang lain selalu kami tepati.
****
Bagaimana proses menghafalnya?. Pada prinsipnya sama, tidak ada paksaan dan harus dalam kondisi nyaman atau bermain. Metode “Hafidz On The Street” lah yang kami pilih atau metode HOTS. Menghafal saat di jalan. Entah dari mana metode ini muncul, saya juga tidak begitu tahu. Maka setiap kali Raisa berangkat ke Play Group, sepanjang perjalanan umminya akan memandu hafalan Raisa.

A’uzdubillahi mina-syaithanirrajim”, umminya memulai.
Bismillahirrahmanirrahiim”, Raisa langsung nyambung.
Alam tara kaifa....?”
Fa’ala rabbuki bi ash-habil fiil. Alam yaj’al kaidahum fi., fi.., ”, diam karena lupa.
“fi tadhlil”, umminya menimpali.

Begit terus, secara bergantian kami konsisten melakukannya. Bahkan bukan hanya saat ke sekolah saja, namun disetiap kesempatan naik motor kami selalu mengisinya dengan hafalan. Baik yang baru atau pun sekedar cek dan menguatkan hafalan yang lama. Pada awalnya kami yang memancing, lama-kelamaan, kami yang diingatkan oleh Raisa, “Bi... Raisa mau hafalan”, ucapnya saat kami di atas motor hendak ke Jogja. Subhanallah.

Saat ini, Hafidz On The Street (HOTS) tetap kami jalankan ditambah pada jadwal-jadwal mengaji dengan hafalan. Dikuatkan lagi dengan pemutaran MP3 di rumah pada surah yang sedang dalam proses penghafalan. Alhamdulillah, hafalan “berjalan” ini tidak harus memaksa dan mengurangi hak anak dalam bermain. Sedikit demi sedikit hafalan Raisa terus bertambah. Semoga Allah membimbing kita semua dan tetap konsisten menanamkan al-Qur’an di dada-dada anak-anak kita. Yang tidak kalah pentingnya adalah kekompakan ibu dan bapak di rumah. wallahu'alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar