Assalamualaikum Warahmatullahai Wabarakatuh

Senin, 22 Juni 2015

Mengapa Anda Takut dan Kuatir?


Syahrul, M.S.I*

Suatu waktu sebuah perusahan yang bergerak dalam pelayanan jasa dilingkupi rasa takut dan gelisah. Pasalnya, beredar berita bahwa perusahan tahun ini mengalami penurunan peminat. Banyak efek domino yang akan ditimbulkan, maka muncul bayang-bayang yang menakutkan, mulai dari nama baik perusahaan yang merosot, pengurangan gaji karyawan, pemecatan atau PHK, sampai pada penutupan. Siapa yang tidak kuatir ketika bayang-bayang kesusahan sudah menggulung-gulung di atas langit siap untuk menghujani denga apa saja yang berada di bawahnya.


Jadi pengangguran lagi, gaji yang sebelumnya saja tidak mencukupi lalu bagaimana jika dipotong, siapa yang akan membayari cicilan kendaraan, bagaimana sekolah anak-anak, dan sejuta gundah gulana menghantui para karyawan. Kuatir dan cemas adalah sifat yang dimiliki semua manusia. Itu wajar saja. Bagaimana halnya kekuatiran Rasulullah saw saat akan menghadapi musuh pada perang Badar. Dalam kondisi peperangan yang tak seimbang. Namun, bedanya, kita dalam urusan perut dan dunia yang fana ini, sedangkan kecemasan Rasulullah berkaitan dengan agama ini.

Kemunduran perusahaan tidak lepas dari persaingan yang semakin kompetitif. Banyak terobosan-terobosan baru yang dilakukan perusahaan-perusahaan kecil dalam mengait komsumennya, yang selama ini tidak ada di perusahaan besar lainnya. Di dunia usaha yang semakin menjamur, mengantarkan konsumen pada banyak pilihan. Bahkan sarana beribadah menyembah kepada Tuhan pun bisa milih. Sehingga perubahan dan terobosan baru menjadi niscaya, jika tidak, maka bersiaplah untuk ditinggalkan.

Tanpa bisa dipungkiri, kekuatiran kita hanya berkisar tentang kehidupan dunia ini, takut miskin, tidak punya pekerjaan, tidak punya jodoh, dan seabrek urusan dunia lainnya. Dan amat jarang kita jumpai orang-orang yang mati-matian mengejar akhirat karena kuatir akan celaka di sana. Hal ini sudah disampaikan oleh Allah dalam surat al-Baqarah ayat 155. “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”

 Mengapa muncul rasa kuatir? Karena kita salah memilih sandaran hidup. Apa yang terjadi jika seseorang menyandarkan nasibnya pada manusia, menggantungkan rezekinya kepada pekerjaannya, dan memasrahkan kebahagian dan jodohnya pada lembaran uang?. Maka hidupnya akan selalu kuatir. Kehilangan pekerjaan, uang dan kedudukan bagaikan kiamat dalam hidupnya.

Bagi seorang muslim, ketika segala sesuatu disandarkan pada Allah, maka tidak layak lagi baginya menyisakan rasa kuatir tentang hidup ini. Kehilangan pekerjaan, penghasilan dan harta bukanlah akhir, selama tidak kehilangan iman dan keyakinan kepadaNya. “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya.” (Q.S. Hud: 6). Semua telah Allah tetapkan rezekinya termasuk manusia seperti dalam tafsir as-Saadi.

Yang perlu dikuatirkan adalah hilangnya baik sangka atas ketetapanNya dan pesimis atas rahmatNya. Kurang semangat dalam bekerja, kurang jujur dan amanah, dan tidak mengubah dirinya untuk lebih baik lagi. Mensinergikan antara doa dan usaha, setelah itu pasrahkan kepadaNya. Dan sungguh terasa tenang hati ini ketika hasil dari sebuah usaha keras diserahkan kepada kehendakNya, sehingga apa pun hasilnya akan diterima sebagai suatu kebaikan. apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.(Q.S. Ali Imran: 159).

Jika usaha sudah maksimal maka bertawakkallah kepada Allah. Karena segala yang menjadi ketetapan Allah itu lah yang terbaik bagi manusia, meskipun itu sesuatu yang menyakitkan. Karena bisa jadi pada yang menyakitkan itu terdapat pelajaran dan hikmah yang banyak. Masih teringat pesan salah satu ustad, bahwa bukanlah dikatakan suatu itu musibah jika ia mengantarkan kepada kebaikan, dan tidak pula dikatakan sesuatu itu sebagi kenikmatan jika mengantarkannya semakin jauh dariNya. Gagal dan jatuh miskin mampu menjadikan kita semakin dekat kepadaNya pada hakikatnya adalah kenikmatan. Sukses dan kaya raya lalu menjadikan  kita sombong, anggkuh dan semakin jauh dariNya, pada hakekatnya itu lah bencana dan musibah.

Subhanallah, selain ketenangan hati yang kita peroleh dari buah kepasrahan kepadaNy, Allah juga akan mencintai orang-orang yang bertawakkal. Maka siapakah yang bisa menyakiti dan mengalahkan kekasih Allah?, sementara milik Allah lah segala yang di langit dan di bumi ini. Mungkin ini lah yang dirasakan oleh nabi Musa ketika diperintahkan untuk mendakwahi Fir’aun, bapak angkatnya sendiri. Setelah meminta dimudahkan hati dan lisannya, Tanpa kuatir sedikit pun, Musa as berangkat. Begitu pula saat nabi Ibrahim akan dilemparkan ke dalam api yang bergejolak, tidak sedikit pun Ibrahim as gentar. Atas iziNya api menjadi dingin, “Wahai api, Dinginlah!”.

Ketika sahabat Abu Bakar dilingkupi perasaan takut dan kuatir akan ketahuan bersembunyi dalam goa bersama nabi, Rasulullah denga tenang dan mantab menguatkan sahabatnya, “Sesungguhnya Allah bersama kita.” Ketika Allah sudah berpihak kepada kita lalu apa lagi yang perlu dikuatirkan?. Kalau kita mau jujur, tidak ada kekuatiran yang kita alami melebihi kondisi-kondisi yang dialami oleh Musa as, Ibrahim as, Muhammad saw dan para kekasihNya.

Kalau kita kembali membuka pelajaran waktu sekolah dulu, terlalu banyak sekali kisah-kisah teladan manusia-manusia yang hilang rasa takutnya karena Allah. Namun, sayang pelajaran itu hanya tinggal hafalan tanpa bisa kita rasakan dalam kehidupan. Maka, tidak ada kata terlambat untuk kembali mempertebal keyakinan dan keimanan kita. 

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (Q.S. Fushshilat: 30). Lalu, mengapa anda masih sedih dan kuatir?, dan saya memilih untuk tidak. (CBR/23/06/15)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar