Ingin
memiliki wajah yang menawan, badan yang atletis atau langsing bagi wanita
secara manusiawi menjadi keinginan hampir semua manusia. Siapa sih yang
tidak mau menjadi pusat perhatian, setiap orang memujinya, disenangi banyak
orang, segala keinginannya dapat dengan mudah dipenuhi dan sejuta bayang-bayang
keindahan yang menyertainya. Maka tidak mengherankan jika bayak orang
berlomba-lomba mempercantik diri, mulai dari operasi plastik yang berbiaya
ratusan juta sampai benar-benar dioperasi dengan plastik. Setiap hari
rumah-rumah kita dibombardir oleh produk-produk kecantikan yang jumlahnya
hampir tak terhitung dengan wajah-wajah aduhai sebagai pemoles.
Dengan
nada berseloroh seorang teman pernah menggoda, “eh telat ngantri ya, pas
pembagiah tinggi badan, makanya pendek,” dan berbagai ungkapan yang serupa,
yang selalu saja hanya bisa dijawab dengan senyuman. “Ngaca!” adalah filosopi yang
masih saya pegang sampai saat ini. Ya, berkaca diri. Dengan Ngaca kita
bisa mengukur diri sendiri, kelebihan dan kekurangan. Meskipun tidak ada yang
mengatakan bahwa saya jelek secara terus terang, tapi bisa saya pastikan bentuk
wajah saya bukanlah selera manusia Indonesia. Mungkin wajah saya adalah selera
para bidadari surga. Subhanallah, mencoba menghibur diri.
Pernah
dulu saya sangat cemburu dan iri dengan teman yang selalu saja nasibnya lebih
beruntung dan lebih maju. Tidak hanya disenangi oleh guru-guru bahkan jadi
rebutan para gadis-gadis ABG. Mencari pasangan semudah menggerakkan telunjukkan
ke kiri dan ke kanan. Jika tidak cocok bisa langsung ganti yang baru dan lebih
menawan. Menyebalkannya lagi, setiap gadis yang saya taksir juga menjadi
incaran dia, dan selalu saja berhasil memenangkan kompetisi yang tidak
seimbang. Setelah bosan akan ditinggal begitu saja, yang membuatku bengong beberapa
saat sambil gigit jari. Duh, beruntungnya engkau kawan. Ah, andai
aku seperti Arjuna, sambil menampar pipi memulihkan kembali kesadaran diri. Tapi
itu dulu.
Kalau
kita kembali membuka lembar sejarah, sudah menjadi rahasia umum bahwa salah
satu keistimewaan Nabi Yusuf adalah bentuk fisik dan wajahnya yang sangat
memesona. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana kagantengan Yusuf as yang
mampu menghipnotis wanita-wanita jamuan Zulaikha sampai mengiris-ngiris jari-jemarinya
tanpa sadar. Kisahnya dapat dibaca dalam surat Yusuf ayat 31. Sampai saat ini
belum pernah saya melihat wanita cantik atau pria ganteng yang sampai mampu
menghilangkan kesadaranku. Maka tidak heran jika mereka tidak percaya, “Sungguh
ini bukan manusia, pasti ini malaikat.”
Tahu
kah kita sesungguhnya ujian terberat Yusuf as adalah keindahan parasnya, bertubi-tubi
ujian itu datang, sehingga beliau lebih memilih penjara dari pada mengikuti
keinginan syahwat Zulaikha. Sama hal bagi mereka yang diberikan karunia
keindahan fisik, jika tidak kuat iman akan selalu disibukkan oleh urusan syahwat ini. Berapa banyak kisah
hidup laki-laki dan perempuan menawan yang kisah hidupnya tidak secantik penampilannya. Putus sekolah, hamil diluar nikah dan bergelimang dengan kemaksiatan dan
dosa.
Keyakinan bahwa hidup adalah ujian harus
selalu tertanam kuat bagi seorang muslim, sehingga segala kelebihan dan
kekurangan selalu saja mendatangkan kebaikan. Sungguh sangat mengagumkan hidup
seorang muslim, jika ia ditimpa musibah, ia bersabar dan itu baik bagi dirinya.
Jika dalam kenikmatan ia bersyukur, maka itu pun baik baginya. Banyak diantara
kita yang mungkin lulus saat diuji dengan musibah, kurang harta, penyakit, dan
fisik yang jelek atau cacat. Namun, gagal saat diuji dengan limpahan harta,
kesehatan jasmani dan ketampanan/kecantikan wajah.
Bentuk fisik adalah anugerah dari Tuhan yang tidak ada campur tangan dari manusia. Oleh karena
itu Islam tidak pernah mempermasahkan bentuk asal kita. Dalam hadis yang mulia Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak
melihat/menilai dari fisik kalian dan tidak pula dari bentuk wajah kalian
tetapi yang Allah lihat adalah hati kalian,” (HR. Muslim). Allah yang
menciptakan ini hitam dan itu putih, ini kuning dan itu merah, ini pendek dan
itu tinggi, ini jelek dan itu cantik.
Bahwa
manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa dengan keunikan bentuk fisik dan
kulit masing-masing merupakan sunnatullah yang tidak bisa ditolak. Namun,
yang dinilai dan perhitungkan oleh Allah adalah taqwanya. Bisa dibaca dalam
surat al-Hujurat ayat 13. Taqwa dan kecantikan akhlak adalah sesuatu yang bisa
kita usahakan, bisa kita benahi. Dan setiap kita berhak dicintai dan disayangi
Allah bukan karena bentuk fisik kita.
Karena
Allah tidak melihat itu, -karena memang bukan urusan kita- maka yang bisa kita
lakukan adalah
mempercantik hati (inner beauty). Dari hati yang indah akan memancarkan
cahaya di wajah pemiliknya. Dari bibirnya tersungging senyum yang ikhlas, dari
matanya terpancar tatapan yang meneduhkan, dari lisannya keluar kata-kata yang
santun dan tegas, dan dari pikirannya keluar lahir keputusan yang arif dan
bijaksana. Janganlah kita terlalu disibukkan mendandani wajah ini, dengan biaya berjuta-juta dan waktu berjam-jam hanya sekedar mendapatkan pujian manusia.
Namun kita lupa jika hati kita mulai tumbuh penyakit borok, dengki, sombong,
dan ria. Sesungguhnya, kita semua terkadang lebih terpesona kepada mereka yang
berwajah biasa namun berakhlak mulia, dibandingkan berwajah cantik namun
berhati iblis.
Pada
saat khutbah perpisahan Rasulullah mempertegas, “.... Sesungguhnya yang
paling mulia di sisi Allah ialah yang paling taqwa. Tidak ada kelebihan orang
Arab di atas orang asing kecuali karena taqwanya. Apakah aku sudah
menyampaikannya kepada kalian?” tegas dan lugas. Terakhir,
di akhirat kelak pertayaan bagi muslim yang miskin lebih ringan daripada
pertayaan muslim yang kaya. Dari mana harta itu diperoleh dan untuk apa ia
digunakan serta seabrak pertayaan yang lain. Begitupula muslim yang dikarunia
wajah yang menawan dan kelebihan-kelebihan yang lain. Alhamdulillah, Aku tidak ganteng. Surga lebih cepat untuk
dinikmati. Amien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar