Assalamualaikum Warahmatullahai Wabarakatuh

Jumat, 29 Mei 2015

Pahlawanku 4 Perempuan Perkasa

oleh Syahrul*

Memperingati kemerdekaan pada dasarnya adalah mengenang para pahlawan kemerdekaan. Indonesia adalah negeri para pahlawan. Kemerdekaan yang diraih oleh bangsa ini tidak pernah lepas dari cucuran keringat darah para pejuang kemerdekaan yang membasahi bumi pertiwi. Merdeka atau mati adalah semboyang yang mampu menggetarkan nyali serta menghancurkan tank-tank tempur para penjajah. Kini jasad mereka telah lebur kembali menjadi tanah, namun jasanya tetap terkenang sepanjang sejarah, ruh mereka hidup dengan bahagia disisi TuhanNya sebagai syuhada. Sebuah balasan yang setimpal.


Berbicara tentang kepahlawanan adalah berbicara tentang keberanian, perjuangan, kegigihan dan pengorbanan. Maka pahlawan dalam pengertian luas bukan hanya berbicara tentang mereka yang telah gugur membela negera ini, namun juga berbicara tentang orang-orang yang berjasa dalam hidup kita. Setiap kita memiliki pahlawan dalam kehidupan ini yang selalu menguatkan disaat lemah, membatu disaat membutuhkan, bersabar disaat menerima kenyataan yang pahit, dan berkorban disaat tidak ada pilihan. Mereka adalah pahlawan yang nyata yang mungkin masih kita saksikan hidup bersama kita.

Pada tulisan ini izinkan saya sedikit mengenang jasa pahlawan-pahlawan kehidupan yang mungkin saja ada yang sama pada sisi-sisi tertentu dari pembaca. Meskipun mungkin jasa mereka tidak bisa terbalaskan dengan sanjungan dan pujian apalagi dengan lembaran rupiah, namun tulisan yang sederhana ini setidaknya sebagai oase di padang sahara kebajikan mereka. Mereka adalah 4 perempuan perkasa.

1.    Ibuku
Perempuan ini bersuamikan seorang pekerja keras sekaligus berkarakter keras dalam keluarga. Hidup dengan suami yang  tidak pernah beruntung dalam ekonomi, tidak pernah menetap di satu tempat, mengembara mencarai sesuap nasi. Sampai hari tua yang seharusnya sudah menikmati hasil jerih payah bertahun-tahun, santai dengan anak cucu dalam rumah yang nyaman nan asri, namun sang suami belum mampu membuatkannya rumah. Ya beliau adalah ibuku sampai tulisan ini dibuat beliau sedang bergulat menghadapi penyakit gula yang kronis dan tinggal di rumah anaknya.
Saya adalah anak ke-7 dari sepuluh bersaudara dengan hidup yang sangat pas-pasan, untuk tidak dikatakan sangat miskin. Ayah sangat menentang program KB, setiap mendengar kalimat KB maka akan keluar sumpah serapah pada pelakunya sebagai penghianat agama dan pembunuh anak turunan. Sungguh hidup berpindah-pindah tanpa kejelasan masa depan dengan sepuluh anak dengan karakter suami yang keras bukanlah hidup yang mudah. Tidak semua orang bisa setia dan menerima kenyataan garis kehidupan seperti ini.
Melahirkan dan membesarkan empat anak laki-laki dan enam perempuan serta setia melayani suami dijalani ibu dengan sabar dan penuh cinta. Ibu bukanlah seorang sarjana apalagi ilmuan atau ustadzah yang memahami ribuan teori tentang parenting dan kesabaran. Ibu hanya seorang perempuan yang belum tamat sekolah dasar sudah dilamar oleh pria yang juga hanya tamatan sekolah menengah pertama (SMP). Setelah dinyatakan lulus, pernikah dilangsungkan dengan pria yang umurnya sepuluh tahun lebih tua. Belum pernah kami sebagai anak mendengarkan keluhan kekecewaan terhadap kami dan takdir garis hidupnya.
Tidak akan cukup berlembar-lembar tulisan melukiskan kisah hidup pahlawan pertama dalam hidupku ini, namun beliau adalah wanita perkasa yang pernah saya jumpai. Setelah menikah dan memiliki dua anak, ketakjuban saya semakin bertambah kepada ibu. Sungguh mengurus keluarga, mendamaikan dua anak yang berbeda-beda karakter dan kemauannya bukan perkara ringan. Sungguh beliau mampu mendidik kami dengan sepuluh karakter dan kemauan yang berbeda ditambah jarak usia satu dengan yang lain sangat dempet. Teriamakasih pahlawanku, terimakasih ibu, semoga Allah membalas semua usahamu dengan balasan yang setimpal. Warhamhuma kama rabbayani shagira.

2.    Kakakku
Dia adalah wanita yang sejak kecil diajari arti kemandirian. Setiap keadaan sulit dan mengharuskan ada yang berkorban beliau selalu siap menjalankannya. Seperti saat beliau harus ditinggal dan dititipkan di rumah tetangga karena harus menyelesaikan sekolah dasarnya, sementara ibu dan ayah harus meninggalkan tempat tersebut dan mencari kehidupan yang lebih baik di tempat yang lain. Sama halnya ketika beliau harus masuk panti asuhan berbasis pondok pesantren dan belajar di sana selama enam tahun. Tidak ada kata tidak dalam hidupnya.
Beliau adalah tipe kakak yang sangat peduli dengan adik-adiknya, khususnya saya pribadi. Beliau siap menjadi bumper bagi adik-adiknya. Dalam hal bantuan materi beliau tidak pernah menolak untuk membantu selama masih bisa diusahakan. Saat saya kuliah dan sangat membutuhkan alat penunjang pembelajar dengan harga yang cukup mahal, beliaulah menjadi tumpuan pertamaku, meskipun saya sangat tahu beliau pun tidak dalam berkecukupan namun, mengiyakan adalah hobinya membahagiakan kami.
Diusianya yang tidak lagi muda beliau memilih untuk mengabdikan diri menjaga, mengurus dan membiayai pengobatan ibu. Memiliki konveksi pribadi, dengan penghasilan lebih dari cukup dibandingkan gadis-gadis seusianya. Usaha yang dirintis dari nol dan dengan kerja keras tanpa lelah, jam 02.00 dini hari terkadang saya masih mendengarkan suara mesin jahit beradu dengan kain yang dipintalt, tidur hanya sekitar 4 jam setiap harinya. Sampai saat ini beliau masih menjadi menjadi bendahara handalku, tiket pulang-pergi Jogja-Makassar, baju-baju baru, pun tempat piutang bisa diandalkan masih mengucur dengan deras dari pahlawan perempaun perkasa ini.   
    
3.    Istriku
Selalu saja habis kata-kata, tangan terhenti menekan tuts keyboard komputer setiap saya ingin  menceritakan kisah pahlawanku yang satu ini. Sungguh tak mampu untuk diceritakan dengan kata dan tulisan. Terlahir dari keluarga yang terhormat, dengan wajah yang ayu dibalut busana muslimah yang selalu serasi (matching) dan syar’i, aktivis organisasi dan tentunya mahasiswa yang berprestasi dengan IPK yang hampir sempurna. serasa mimpi bisa menikah dengannya, bila dibandingkan kondisi saya saat itu. Seorang perantau dari negeri antah barantah bagi sebagian orang Jawa, yang belajar hanya mengandalkan beasiswa dengan kisah mengharu biru. Seluruh kisah hidupnya selalu bertolak belakang dengan kisah hidupku. Hanya satu yang sama, kami sama-sama memiliki Allah sebagai Tuhan. Ya, Agamalah yang menyatukan kami.
Ada ungkapan yang cukup lama baru bisa saya mengerti setelah menikah, bahwa laki-laki yang hebat selalu ada perempuan yang hebat dibelakangnya. Istrikulah yang mengajarinya. Saat belum menikah saya adalah seorang laki-laki atau mahasiswa yang tidak “terurus” dengan baik. Banyak hal-hal yang berkaitan dengan penampilan tidak begitu menjadi perhatianku, khusunya dalam berbusana. Menyetrika baju hanya saat akan digunakan, terkadang antara atasan dan bawahan tidak serasi, baju-baju olah raga mungkin jarang disetlika, pokonya semau-maunya. Padahal kata Om Mario Teguh penampilan bagi anak muda adalah 90 persen dari keberhasilan dan kesuksesan. Hari ini, istriku telah menyulapku untuk selalu tampil prima baik luarnya maupun dalamnya (inner beauty).
Yang tidak kalah pentingnya dan mungkin yang terpenting adalah kesabarannya menerima dan memahami anak rantau ini dengan karakter yang keras dari budaya dan pendidikan keluarga yang keras, pun mendidikku untuk menjadi seorang ayah yang baik bagi anak-anak. Dengan latar belakang kehidupan yang kontras sungguh sangat tidak mudah untuk tetap bertahan. Apalagi beliau memiliki banyak pilihan untuk menolak lamaran saya yang semuanya benar secara agama. Namun karena agama pula yang melandasi hubungan ini, maka meskipun sekiranya itu salah Allah yang akan meluruskannya.

4.    Putriku
Gadis kecil ini lahir sebagai anugrah Tuhan yang tak ternilai dengan apa pun. Dengannya hidupku berubah lebih baik, lebih memahami apa itu kesabaran, apa itu cinta, apa itu kasih sayang. Renggekan manjanya, ocehannya, senyumannya bahkan tangisnya selalu saja merdu untuk selalu dirindu. Seharian bekerja dengan peluh bercucuran dan pikiran yang kusut selalu saja pecah dan lenyap seketika saat menatap wajahnya tertidur pulas dalam kepolosan.
Selalu saja gadis kecil ini menghadirkan kejutan-kejutan setiap harinya. Kemampuannya berbicara dan berjalan lebih cepat dari anak seusianya. Diumur tiga tahun ia sudah mampu memahami arti kesabaran, terkadang celotehan keluar dari bibir mungilnya, “Ummi yang sabar ya, adek kan masih kecil.” Saat kebanyakan orangtua bingungan dan putus asa mengajak dan memaksa anaknya melaksankan kewajiban shalat, Raisa sudah terbiasa melaksakan shalat tanpa disuruh. Diusia empat tahun gadis kecil ini sudah mampu membaca dengan cukup baik dan yang tak kalah pentingnya kemampuan membaca al-Qur’an sudah sangat mumpuni bahkan dibandingkan anak-anak kelas sembilan sekolah menengah.
Di tengah tumbuh kembangnya seperti anak-anak pada umumnya yang terkadang muncul prilaku dan tindakan yang “menjengkal” bagi kami yang belum mampu memahami ekspresi kecerdasan seorang anak. optimisme, mimpi-mimpi besar, dan masa depan yang lebih baik selalu saja muncul diwajahnya yang mungil. Meskipun mengidap penyakit bronchitis yang terkadang memaksanya untuk batuk dan muntah seharian setiap terpapar udara dingin namun, tidak sedikitpun keluar dari bibirnya keluh kesah menyalahkan Tuhan dan keadaannya. Bahkan tetap semangat untuk memaksa kami melayani semangat belajarnya. Terima kasih pahlawan kecilku, dirimu membuatku banyak berubah dan menjadi ayah yang baik. Senyummu mengalihkan duniaku.  


*Syahrul adalah nama pemberian orangtuaku 29 tahun yang silam. Sempat diprotes oleh guru bahasa Arabku karena nama ini tidak sesuai dengan tata bahasa Arab yang baik. Nama ini bisa diartikan sebagai bulan, dengan harapan pemilik nama ini menjadi bulan bagi kehidupan manusia. Menerangi kehidupan malam yang gelap gulita, terkadang menyeramkan menjadi indah nan romantis bagi para pecinta. Semoga.


Menjadi pendidik adalah panggilan jiwa, meskipun jauh dari sorotan kamera dan gelimangan harta dan   popularitas. Menjadi penulis adalah mimpi yang masih terus menggelora dan tak akan berhenti mencari muaranya. Dengan satu istri dan dua anak yang lucu-lucu, penulis selalu merasa sebagai orang yang sangat bahagia di dunia ini. Tinggal di lerengan Gunung Merapi yang kokoh berdiri menyimpan sejuta kenangan dan misteri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar