(Haji Seribu Rupiah)
Oleh Syahrul, M.S.I*
Berangkat haji merupakan impian setiap muslim, di samping haji
adalah salah satu rukun Islam yang kelima, juga haji merupakan perjalanan
spritual yang konon banyak jama’ah haji menagis dan merasakan suasana kebatinan
yang dahsyat. Karena berhaji bukan hanya ibadah fisik semata (jasadiyah) namun juga
memerlukan harta (ibadah maliyah) maka perintah haji ditegaskan bagi orang yang
mampu saja. Manistatha’a ilahi sabiilaa.
Walillahi ‘ala an-naasi hijjul baiti manistatha’a ilahi sabiilaa, “....mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah,...” (Q.S. Ali Imran : 97). Dalam
tafsir Ibnu Katsir makna manistatha’a ilahi sabiilaa adalah orang yang
memiliki tiga ratus dirham dianggap telah
mampu. Sebagian ulama mengartikan sebagai kesehatan, sebagian lagi memaknai
orang yang memiliki kendaraan atau unta (al-ba’ir). Pada intinya orang yang
diwajibkan adalah mereka yang mampu secara finansial melakukan perjalanan
pulang dan pergi serta keluarga yang ditinggalkan tidak terlantar.
Ketika kesanggupan untuk berangkat haji telah terpenuhi, hendaknya
seseorang tidak menunda-nundanya, dikuatirkan kesempatan yang telah ada akan
hilang. Rasulullah mengingatkan kepada kamu muslimin untuk bersegera menunaikan
haji karena sesungguhnya seseorang tidak akan mengetahui apa yang akan terjadi
pada dirinya di kemudian hari. Bagi
masyarakat ekonomi menengah banyak cara yang bisa dilakukan. Bank-bank syariah
menjamur menawarkan jasa tabungan haji. Sehingga setiap kita memiliki
kesempatan dan tidak ada alasan bersembunyi dibalik ketidakmampuan finansial.
Namun sayangnya ayat ini dimaknai keliru oleh sebagian kaum
muslimin, dengan adanya cacatatan “hanya bagi yang mampu” kemudian
mengantarkan pada keyakinan bahwa meraka
tidak terpanggil karena belum mampu. Paham ini tentu berimplikasi pada tidak
ada atau kurang adanya greget untuk berusaha bahkan niat pun tidak.
pikiran-pikiran apatis selalu saja menghantui. “Ah, boro-boro naik
haji yang jut-jutan, untuk makan sehari-hari saja harus hutang sana-sini.”
Terkadang kesulitan hidup ditambah dengan tipisnya iman menutupi dan membonsai
kuasa Tuhan, padahal Dialah pemilik isi langit dan bumi. Apa pun bisa terjadi
hanya dalam kalimat kun fayakun.
Berangkat haji tidak melulu bicara tentang uang. Betapa banyak yang
ber-uang namun sampai ajal menjemput tak sempat berhaji. Pun betapa banyak
pengusaha dan pejabat yang bergelimang harta dan kekuasaan, namun haji tidak
sempat karena tidak memiliki waktu. Sebaliknya betapa banyak kisah orang miskin
dengan pekerjaan yang seadanya atas izin Allah mampu berhaji. Ippho Santoso
penulis buku 7 Keajaiban Rezeki mengatakan, “Siapa yang mewajibkan haji? Allah,
ya sudah, haji adalah urusan Allah maka biarkan Allah yang bekerja dengan
sistemnya memanggil kita ke Baitullah.” Secara sekilas seolah-olah kita diajak
untuk apatis dan hanya pasrah kepada Allah tanpa usaha. Namun sebenarnya kalimat
ini mengandung makna rasa optimisme yang tinggi, bahwa naik haji bukan hal yang
mustahil, berhaji sama saja dengan ibadah-ibadah lainnya seperti shalat dan
zakat setiap kita bisa melakukannya.
Katanya manusia hanya tiga kali dipanggil oleh Allah, dipanggil
untuk shalat lima kali sehari semalam, dipanggil untuk berhaji dan dipanggil
untuk menghadapNya yaitu mati. Panggilan pertama dan kedua mudah dan akan kita
penuhi. Nah, bagi anda yang merasa “mustahil” beribadah haji sebaiknya anda
mencoba melakukan amalan-amalan yang mengantarkan ke sana. Setelah itu biarkan
Tuhan bekerja dengan sistemnya. Pertama, niatkan. Niat menjadi pondasi
awal dari ibadah, tidak akan bernilai suatu perbuatan sebesar apa dan sebagus
apa pun tanpa niat yang benar. bahkan niat yang baik saja tetap bernilai bagi Allah.
Jadi berniatlah sejak anda sudah mukallaf, selama niat masih gratis.
Kedua, penuhilah
panggilan pertama Allah. Hayya ‘ala as-shalah, hayya ‘ala al-falah.
Katanya, perjalanan terjauh dan terpanjang adalah perjalanan menuju masjid dan
shalat berjama’ah, karena tidak mudah maka Allah memeberi ganjaran yang
berlipat-lipat sampai 27 derajat dibandingkan dengan shalat sendiri. Jika undangan
Allah yang satu ini sudah kita penuhi dengan sempurna maka, tunggulah! biarkan
Allah bekerja dengan sistemnya.
Ketiga, lakukan
ibadah-ibadah yang nilai pahalanya tinggi dan menyerupai pahala ibadah haji.
Banyak, diantaranya shalat sunah Isyraq. Shalat sunah dua rakaat yang dilakukan
sesudah matahari terbit, pada awal waktu Dhuha. Dalam sunan Tirmidzi terdapat
hadis dari Anas ibn Malik ra, Rasulullah saw. Bersabda, “Barangsiapa
melakukan shalat subuh secara berjamaah, lalu duduk sambil berdzikir kepada
Allah sampai matahari terbit, kemudian shalat dua rakaat, maka dia mendapatkan
seperti pahala haji dan umrah.” Anas berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Sempurna,
sempurna, sempurna”. (Sunan Tirmidzi).
Termasuk membiasakan diri mengerjakan ibadah-ibadah yang memiliki
keutamaan yang besar seperti shalat sunah fajar, yang nilaianya lebih baik dari
dunia seisinya. Dua rakaat shalat sunah Fajar dilakukan setelah adzan sebelum
iqamah pada shalat Subuh. Shalat sunah Fajar termasuk ibadah yang sangat dijaga
oleh Rasulullah saw. Amalan dzikir termasuk ibadah yang dijanjikan keutamaan
yang tinggi oleh Allah. Dalam sebuah hadis ucapan dzikir subhananllah wa
bihamdihi, subhanallah al-‘Adhim adalah dua kalimat yang ringan tapi
sangat berat timbangannya di hadapan Allah. Nah, ketika amal-amal
kebaikan yang bernilai besar terus dilakukan, maka biarkan Allah bekerja dengan
sistemNya.
Keempat, jangan
menabung. Ya, jangan menabung di bank konvensional, manabunglah di bank Allah,
tidak pake ribet administrasi, potong biaya ini itu, ngantri tiap bulan.
Bagi anda yang mustahil menabung karena income dan outcome tidak
sesuai maka bisa menabung nominal sekecil apa pun itu secara terus menerus. Apa
pun pekerjaan kita, usahakan untuk menyisihkan seribu per hari. Jika masih
merasa berat bisa kurang dari itu. Sebulan kemudian terkumpul 29-30 ribu
rupiah, langsung setorkan atau tabung di Masjid atau orang-orang yang
membutuhkan. Niatkan sebagai tabungan hajimu di Bank Allah swt. Setelah itu
lupakan dan mulai lagi dari awal, biarkan Tuhan bekerja dengan sistemnya. Diusahakan
secara konsisten karena amalah yang dicintai Allah adalah amalan yang terus
menerus meskipun itu kecil.
Akhirnya manusia hanya berusaha, Allah yang menentukan, namun yakinlah
bahwa sesungguhnya Allah tidak pernah menyia-nyiakan kebaikan makhlukNya
meskipun itu sebesar zarrah, dan Allah tidak pernah mengingkari janjiNya
(laa yukhliful mii’ad). Semakin besar tekat dan semangat kita menggapai cita
dan impian semakin besar peluang untuk mewujudkannya, pepatah lama mengatakan man
jadda wa jada. Dalam sebuah hadis qudsi Allah menantang manusia dengan
kemurahannya bahwa jika hamba-Ku mendekat-Ku satu jengkal maka Aku akan mendekatinya
satu hasta, dan jika dia mendekati-Ku satu hasta Aku akan mendekatinya satu
depa. Jika dia datang pada-Ku dengan berjalan maka Aku akan
mendatanginya dengan berlari (HR. Bukhari)
Tidak
ada alasan untuk beralasan No excuse. Selamat mencoba!
mendatanginya dengan berlari (HR. Bukhari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar