Assalamualaikum Warahmatullahai Wabarakatuh

Kamis, 21 Mei 2015

JANGAN MENABUNG...

(Haji Seribu Rupiah)
   Oleh Syahrul, M.S.I*
Berangkat haji merupakan impian setiap muslim, di samping haji adalah salah satu rukun Islam yang kelima, juga haji merupakan perjalanan spritual yang konon banyak jama’ah haji menagis dan merasakan suasana kebatinan yang dahsyat. Karena berhaji bukan hanya ibadah fisik semata (jasadiyah) namun juga memerlukan harta (ibadah maliyah) maka perintah haji ditegaskan bagi orang yang mampu saja. Manistatha’a ilahi sabiilaa.


Walillahi ‘ala an-naasi hijjul baiti manistatha’a ilahi sabiilaa,  “....mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah,...” (Q.S. Ali Imran : 97). Dalam tafsir Ibnu Katsir makna manistatha’a ilahi sabiilaa adalah orang yang memiliki tiga ratus dirham dianggap telah  mampu. Sebagian ulama mengartikan sebagai kesehatan, sebagian lagi memaknai orang yang memiliki kendaraan atau unta (al-ba’ir). Pada intinya orang yang diwajibkan adalah mereka yang mampu secara finansial melakukan perjalanan pulang dan pergi serta keluarga yang ditinggalkan tidak terlantar.

Ketika kesanggupan untuk berangkat haji telah terpenuhi, hendaknya seseorang tidak menunda-nundanya, dikuatirkan kesempatan yang telah ada akan hilang. Rasulullah mengingatkan kepada kamu muslimin untuk bersegera menunaikan haji karena sesungguhnya seseorang tidak akan mengetahui apa yang akan terjadi pada dirinya di kemudian hari.  Bagi masyarakat ekonomi menengah banyak cara yang bisa dilakukan. Bank-bank syariah menjamur menawarkan jasa tabungan haji. Sehingga setiap kita memiliki kesempatan dan tidak ada alasan bersembunyi dibalik ketidakmampuan finansial.

Namun sayangnya ayat ini dimaknai keliru oleh sebagian kaum muslimin, dengan adanya cacatatan “hanya bagi yang mampu” kemudian mengantarkan pada  keyakinan bahwa meraka tidak terpanggil karena belum mampu. Paham ini tentu berimplikasi pada tidak ada atau kurang adanya greget untuk berusaha bahkan niat pun tidak. pikiran-pikiran apatis selalu saja menghantui. “Ah, boro-boro naik haji yang jut-jutan, untuk makan sehari-hari saja harus hutang sana-sini.” Terkadang kesulitan hidup ditambah dengan tipisnya iman menutupi dan membonsai kuasa Tuhan, padahal Dialah pemilik isi langit dan bumi. Apa pun bisa terjadi hanya dalam kalimat kun fayakun.

Berangkat haji tidak melulu bicara tentang uang. Betapa banyak yang ber-uang namun sampai ajal menjemput tak sempat berhaji. Pun betapa banyak pengusaha dan pejabat yang bergelimang harta dan kekuasaan, namun haji tidak sempat karena tidak memiliki waktu. Sebaliknya betapa banyak kisah orang miskin dengan pekerjaan yang seadanya atas izin Allah mampu berhaji. Ippho Santoso penulis buku 7 Keajaiban Rezeki mengatakan, “Siapa yang mewajibkan haji? Allah, ya sudah, haji adalah urusan Allah maka biarkan Allah yang bekerja dengan sistemnya memanggil kita ke Baitullah.” Secara sekilas seolah-olah kita diajak untuk apatis dan hanya pasrah kepada Allah tanpa usaha. Namun sebenarnya kalimat ini mengandung makna rasa optimisme yang tinggi, bahwa naik haji bukan hal yang mustahil, berhaji sama saja dengan ibadah-ibadah lainnya seperti shalat dan zakat setiap kita bisa melakukannya.

Katanya manusia hanya tiga kali dipanggil oleh Allah, dipanggil untuk shalat lima kali sehari semalam, dipanggil untuk berhaji dan dipanggil untuk menghadapNya yaitu mati. Panggilan pertama dan kedua mudah dan akan kita penuhi. Nah, bagi anda yang merasa “mustahil” beribadah haji sebaiknya anda mencoba melakukan amalan-amalan yang mengantarkan ke sana. Setelah itu biarkan Tuhan bekerja dengan sistemnya. Pertama, niatkan. Niat menjadi pondasi awal dari ibadah, tidak akan bernilai suatu perbuatan sebesar apa dan sebagus apa pun tanpa niat yang benar. bahkan niat yang baik saja tetap bernilai bagi Allah. Jadi berniatlah sejak anda sudah mukallaf, selama niat masih gratis.

Kedua, penuhilah panggilan pertama Allah. Hayya ‘ala as-shalah, hayya ‘ala al-falah. Katanya, perjalanan terjauh dan terpanjang adalah perjalanan menuju masjid dan shalat berjama’ah, karena tidak mudah maka Allah memeberi ganjaran yang berlipat-lipat sampai 27 derajat dibandingkan dengan shalat sendiri. Jika undangan Allah yang satu ini sudah kita penuhi dengan sempurna maka, tunggulah! biarkan Allah bekerja dengan sistemnya.

Ketiga, lakukan ibadah-ibadah yang nilai pahalanya tinggi dan menyerupai pahala ibadah haji. Banyak, diantaranya shalat sunah Isyraq. Shalat sunah dua rakaat yang dilakukan sesudah matahari terbit, pada awal waktu Dhuha. Dalam sunan Tirmidzi terdapat hadis dari Anas ibn Malik ra, Rasulullah saw. Bersabda, “Barangsiapa melakukan shalat subuh secara berjamaah, lalu duduk sambil berdzikir kepada Allah sampai matahari terbit, kemudian shalat dua rakaat, maka dia mendapatkan seperti pahala haji dan umrah.” Anas berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Sempurna, sempurna, sempurna”. (Sunan Tirmidzi).

Termasuk membiasakan diri mengerjakan ibadah-ibadah yang memiliki keutamaan yang besar seperti shalat sunah fajar, yang nilaianya lebih baik dari dunia seisinya. Dua rakaat shalat sunah Fajar dilakukan setelah adzan sebelum iqamah pada shalat Subuh. Shalat sunah Fajar termasuk ibadah yang sangat dijaga oleh Rasulullah saw. Amalan dzikir termasuk ibadah yang dijanjikan keutamaan yang tinggi oleh Allah. Dalam sebuah hadis ucapan dzikir subhananllah wa bihamdihi, subhanallah al-‘Adhim adalah dua kalimat yang ringan tapi sangat berat timbangannya di hadapan Allah. Nah, ketika amal-amal kebaikan yang bernilai besar terus dilakukan, maka biarkan Allah bekerja dengan sistemNya.  

Keempat, jangan menabung. Ya, jangan menabung di bank konvensional, manabunglah di bank Allah, tidak pake ribet administrasi, potong biaya ini itu, ngantri tiap bulan. Bagi anda yang mustahil menabung karena income dan outcome tidak sesuai maka bisa menabung nominal sekecil apa pun itu secara terus menerus. Apa pun pekerjaan kita, usahakan untuk menyisihkan seribu per hari. Jika masih merasa berat bisa kurang dari itu. Sebulan kemudian terkumpul 29-30 ribu rupiah, langsung setorkan atau tabung di Masjid atau orang-orang yang membutuhkan. Niatkan sebagai tabungan hajimu di Bank Allah swt. Setelah itu lupakan dan mulai lagi dari awal, biarkan Tuhan bekerja dengan sistemnya. Diusahakan secara konsisten karena amalah yang dicintai Allah adalah amalan yang terus menerus meskipun itu kecil.

Akhirnya manusia hanya berusaha, Allah yang menentukan, namun yakinlah bahwa sesungguhnya Allah tidak pernah menyia-nyiakan kebaikan makhlukNya meskipun itu sebesar zarrah, dan Allah tidak pernah mengingkari janjiNya (laa yukhliful mii’ad). Semakin besar tekat dan semangat kita menggapai cita dan impian semakin besar peluang untuk mewujudkannya, pepatah lama mengatakan man jadda wa jada. Dalam sebuah hadis qudsi Allah menantang manusia dengan kemurahannya bahwa jika hamba-Ku mendekat-Ku satu jengkal maka Aku akan mendekatinya satu hasta, dan jika dia mendekati-Ku satu hasta Aku akan mendekatinya satu depa. Jika dia datang pada-Ku dengan berjalan maka Aku akan
mendatanginya dengan berlari (HR. Bukhari)
Tidak ada alasan untuk beralasan No excuse. Selamat mencoba!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar