Assalamualaikum Warahmatullahai Wabarakatuh

Sabtu, 04 April 2015

Satu Jam Bersama Ustad Ja’far Umar Thalib



Berawal dari liburan akhir pekan di Jogjakarta, diajak teman lama untuk menghadari ceramah atau kajian ustad Ja’far Umar Thalaib yang membedah buku beliau, “catatan Hitam Agama Syi’ah”. Tanpa berpikir panjang –meskipun seharian beraktifitas cukup melelahkan, saya langsung menyetujui untuk hadir. Disamping, selama ini saya hanya tahu nama besar Ja’far Umar Thalib melalui diskusi-diskusi dan laporan-laporan dari berbagai majalah khususnya yang berkaitan dengan jihad, itu pun sangat terbatas. Sebagai pecinta kajian dunia Islam, ini adalah kesempatan yang baik untuk tidak dilewatkan.


Tiba pada Jam 08.30, acara sudah dimulai, sayup-sayup suara ustad Ja’far Umar Thalib terdengar memulai muqaddimah ceramahnya. Terdengar suara tegas dan lugas yang semakin keras dan jelas. Di sekitar mesjid at-Taqwa  Suronatan, telah ramai anak-anak muda berkalungkan surban begitu pula wajah-wajah berjanggut dengan jubah putih dan surban memelilit kepala. Suasana cukup tegang untuk ukuran mengikuti “pengajian”, apalagi saat ini dunia Islam sedang ramai, yang paling teranyar pemblokiran situs-situs islam dan serang ke Yaman, Syi’ah Khauthi.

Masjid sudah ramai dan cukup padat bagian depan, dengan jama’ah dengan busana khas salafy, mengantarkanku memasuki masjid dari belakang yang masih menyisakan shaf yang kosong. Karena duduk di shaf belakang, mengharuskanku merelakan diri untuk tidak bisa melihat langsung wajah Ustad Ja’far berceramah. Suasa cukup hikmat dengan jumlah ratusan jama’ah yang memenuhi masjid, tanpa ada suara-suara gaduh.

Suasana berjalan normal di awal-awal beliau menyampaikan dan membedah bukunya tentang syiah. Beberapa menit kemudian, volume suara Ja’far Umar Thalib mulai meninggi, suara khasnya menggelegar memenuhi ruang masjid. Suasana bertambah tegang saat beliau memberikan penekanan-penekanan dan kritik-kritik yang pedas kepada penguasa dan orang-orang yang menyimpang dari ajaran Islam (syi’ah). Yang kemudian di sambut pekikakan takbir, “Allah Akbar, Allah Akbar”.

Syi’ah secara bahasa adalah pengikut, penganut agama ini menamakan diri dengan syi’ah karena mereka mengaku sebagai pengikut Ali bin Abi Thalib dan pengikut ahlul bait. Akan tetapi jauh panggang dari api, pengakuan mereka dari sebagai pengikut Ali bin Abi Thalib dan Ahlul Bait adalah dusta. Hanyalah tipu daya dalam rangka merusak islam dan muslimin. Bila ditelisik lebih jauh, agama Syi’ah terbentuk dari intrik-intrik dendam Yahudi dan Majusi Persia terhadap Islam. Yahudi menyimpan dendam karena kehilangan supremasinya di masyarakat Arab, sedangkan Persia menyimpan dendam karena kerajaannya dihancurkan oleh kaum Muslimin.

Maka dengan latar belakang sejarah yang seperti itu, dibangunlah agama dendam dengan mendramatisir cerita-cerita kepiluan seputar Ali bin Abi Thalib dan Ahlul Bait. Mengalirlah dari pena-pena mereka cerita ratapan tangis berbagai peristiwa perang Shiffin, perang Jamal dan perang Karbala (Ja’far Umar Thalib, 13: 2015). Syi’ah kemudian membuat cerita-cerita kebencian terhadap  para sahabat.
“Hadirin kaum Muslimin dan Muslimat yang saya cintai dan hormati, menangis saya saat menulis bagaimana sesungguhnya Syi’ah di awal sangat mencintai Rasul dan para sahabat yang lain, tetapi dirusak oleh generasi selanjutnya.” Penegasan beliau bahwa Syi’ah saat ini telah sesat.

Beliau juga mengkritik pedas kepada Mass Media, “satu lagi kejahatan kemanusia yang paling kejam, yaitu Mass Media,” “membolak balikkan fakta, yang berjuangan membela agama dan bangsa diberitakan sebagai penjahat, sementara yang berpura-pura digambarkan sebagai tokoh panutan. Coba lihat! Ketika Brunei Darussalam mendeklarasikan diri sebagai negara Islam, tak satu pun berita melipunya, bahkan di ranning tesk pun tidak. Masyaallah.” “Malah, Tessi.... Tessi... yang mendapat berita yang besar, fenomenal yang kemudian diundanglah Doktor, Doktor untuk menganalisis dan membedah tentang Tessi...” Suara Ja’far Umar Thalib meninggi, yang diikuti teriakan Takbir.

Beliau juga menyindir umat Islam yang lebih mewajibkan dirinya membaca koran daripada Al-Qur’an. Padahal Koran adalah berinta sampah, pemutar balik fakta. Beliau menanyakan mengapa Iran terkesan hebat, anti Amerika, negara maju dan pemberani? Begitu pula ulama-ulama ahlussunnah mandul, dan tidak berkutik. Semuanya kita dapatkan dari mass media. Beliau juga sempat menyinggung tentang jihad, agar umat Islam tidak alergi dengan kata jihat yang bermakna perang. Lalu beliu menyunting hadis bahwasanya Nabi diperintahkan untuk menghunus pedang (perang) kepada empat golongan, yaitu kaum musyrikin, kaum kafirin, kaum munafikin dan Bughat (pemberontak dalam negara Islam).
Jika sebahagian orang menganggap Ja’far Umar Thalib keras dalam berdakwah, memang susah untuk diingkari. Sikap berani beliau, untuk saat ini dalam memerangi kemunkaran sudah sangat jarang kita jumpai ada pada dai-dai/ustad-ustad di Indonesia. Terakhir beliau juga mengancam negara Iran untuk tidak macam-macam di Indonesia, “...karena kami tidak takut dan kami berani berperang dan membunuh kalian kalian para Syi’ah di Indonesia.” Disambut pekikan Allah Akbar.

Setelah beliau menutup ceramah dengan doa, saya mencoba maju ke shaf terdepan –menghilangkan rasa penasara- untuk bisa melihat langsung ustad Ja’far, karena selama ceramah, saya hanya bisa mendengar suara tanpa wajah karena duduk di shaf paling belakan. Dari jarak beberapa meter beliau sedang berbincang-bincang denga beberapa orang, terkadang diselingi senyuman. Dengan surban putih dan jubah putih dengan janggut tebal panjang mengurai kebawah yang juga hampir seleuruhnya putih menunjukkan sosok seorang kakek yang penuh wibawa, jauh dari kesan kerasa dan arogan. Wallahu ‘alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar