Assalamualaikum Warahmatullahai Wabarakatuh

Kamis, 15 Mei 2014

Qurrata a'yun


My Qurratu a’yun
Berkasih sayang dengan adik
Teringat nasihat Motivator nomor wahid di Indonesia, bahwa kuda yang termahal itu bisa mencapai 2 milyar, terus, kira-kira bagaimana kita merawatnya? Tentunya tidak sembarangan, sangat ekstra hati-hati. Lah, anak itu lebih mahal dari kuda termahal tersebut.
Saya dan istri sudah berkomitmen untuk membesarkan dan mendidik anak-anak dengan sebaik-baiknya. Saat istri melahirkan putra kedua kami, maka sejak itulah saya dan istri sepakat kalau umminya anak-anak berhenti bekerja dan focus pada pendidikan anak. Otomatis tulang punggung keluarga menjadi tanggungan saya, tetapi berbekal keyakinan, Semuanya berjalan dengan baik. 
Raisa adalah anak pertamaku, Sebagai anak pertama, kami benar-benar mendidik dan mengasuhnya dengan sungguh-sungguh. Doa-doa selalu kami lantunkan baik dalam shalat mapun menjelang tidurnya. Biasanya ketika saya harus lembur mempersiapkan Lesson plan esok harinya, dan raisa sudah terlelap dalam tidurnya, saya sempatkan membaca al-Fatihah sembari saya tambahkan doa rabbi habli minasshalihin setelah saya tiupkan pada telapak tangan lalu kuusapkan dari ubun-ubunnya sampai kakinya dengan penuh cinta dan sayang.
Begitu pula pembiasaan hidup yang islami, saya dan istri memcoba membiasakan tanpa paksaan. Seperti berdoa sebelum dan sesudah tidur, memulai aktifitas dengan basmalah, mengucapkan salam, meminta izin, berterima kasih. Kami pun membiasakan membangunkan anak-anak dengan ucapan salam. “Assalamualaikum…mba Raisa, udah siang nih.” 
Raisa lebih cepat bisa berbicara dibandingkan teman seusianya, banyak ucapan-ucapannya terkadang melampau usianya. Ketika Raisa berusia genap tiga tahun, suatu malam  ketika umminya lagi ngemong adiknya yang lagi rewel sementara makan malam sudah tersedia dengan lembut saya memanggil istriku, “Ummi… ummi… ayo makan bareng, udah tersedia nih,” “Belum bisa bi, ini masih minta ditemeni,” Jawab istriku di dalam kamar. Tiba-tiba, Raisa bertanya dengan lugunya, “Abi… abi,,, kenapa sih abi kok sayang sama ummi?” jleb, jleb, pertayaan yang tidak saya sangka-sangka, tapi rasanya adem. “Karena ummimu itu wanita sholehah dan sangat baik sama abi dan mba raisa juga sama adik,” jawab ku setelah tertegun beberapa saat. “Nah… Raisa juga kalau jadi anak sholehah dan baik, abi juga sayang, nah mbak Aicah maukan seperti ummi?,” “Iya abi, mau”, jawabnya dengan serius namun menambah kelucuan wajahnya.
Dalam kesempatan yang lain, tatkala istriku agak kecapaian dengan kerewelan adiknya Raisa dan terlontar sedikit keluh kesah, biasanya Raisa secara reflek menegur umminya dengan nada yang imut, “Ummi… yang sabar ya ummi,” entah darimana ia mendapatkan kalimat sabar, serta apa itu makna sabar, tapi kata-kata itu seolah-olah langsung mampu mengobati kecapaian kami mengurus mereka. “Trimakasih ya, Raisa sudah ngingetin ummi,” itulah jawaban istriku biasanya yang betul-betul bersyukur atas nikmat anak-anak penyejuk jiwa.
Terima kasih ya Allah atas karuniamu ini yang tidak bisa diganti dengan lembaran dollar. Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai cahaya mata (qurratu a’yun). Doa ini yang tidak pernah putus dan kering dari bibir kami mengiringi perkembangan mereka.
  




Tidak ada komentar:

Posting Komentar