My Qurratu a’yun
Berkasih sayang dengan adik |
Saya dan istri sudah berkomitmen untuk membesarkan dan mendidik
anak-anak dengan sebaik-baiknya. Saat istri melahirkan putra kedua kami, maka
sejak itulah saya dan istri sepakat kalau umminya anak-anak berhenti bekerja
dan focus pada pendidikan anak. Otomatis tulang punggung keluarga menjadi
tanggungan saya, tetapi berbekal keyakinan, Semuanya berjalan dengan baik.
Raisa adalah anak pertamaku, Sebagai anak pertama, kami benar-benar
mendidik dan mengasuhnya dengan sungguh-sungguh. Doa-doa selalu kami lantunkan
baik dalam shalat mapun menjelang tidurnya. Biasanya ketika saya harus lembur
mempersiapkan Lesson plan esok harinya, dan raisa sudah terlelap dalam
tidurnya, saya sempatkan membaca al-Fatihah sembari saya tambahkan doa rabbi
habli minasshalihin setelah saya tiupkan pada telapak tangan lalu kuusapkan
dari ubun-ubunnya sampai kakinya dengan penuh cinta dan sayang.
Begitu pula pembiasaan hidup yang islami, saya dan istri memcoba
membiasakan tanpa paksaan. Seperti berdoa sebelum dan sesudah tidur, memulai
aktifitas dengan basmalah, mengucapkan salam, meminta izin, berterima
kasih. Kami pun membiasakan membangunkan anak-anak dengan ucapan salam.
“Assalamualaikum…mba Raisa, udah siang nih.”
Raisa lebih cepat bisa berbicara dibandingkan teman seusianya, banyak
ucapan-ucapannya terkadang melampau usianya. Ketika Raisa berusia genap tiga
tahun, suatu malam ketika umminya lagi
ngemong adiknya yang lagi rewel sementara makan malam sudah tersedia dengan
lembut saya memanggil istriku, “Ummi… ummi… ayo makan bareng, udah tersedia nih,”
“Belum bisa bi, ini masih minta ditemeni,” Jawab istriku di dalam kamar.
Tiba-tiba, Raisa bertanya dengan lugunya, “Abi… abi,,, kenapa sih abi
kok sayang sama ummi?” jleb, jleb, pertayaan yang tidak saya
sangka-sangka, tapi rasanya adem. “Karena ummimu itu wanita sholehah dan sangat
baik sama abi dan mba raisa juga sama adik,” jawab ku setelah tertegun beberapa
saat. “Nah… Raisa juga kalau jadi anak sholehah dan baik, abi juga
sayang, nah mbak Aicah maukan seperti ummi?,” “Iya abi, mau”, jawabnya
dengan serius namun menambah kelucuan wajahnya.
Dalam kesempatan yang lain, tatkala istriku agak kecapaian dengan
kerewelan adiknya Raisa dan terlontar sedikit keluh kesah, biasanya Raisa
secara reflek menegur umminya dengan nada yang imut, “Ummi… yang sabar ya ummi,”
entah darimana ia mendapatkan kalimat sabar, serta apa itu makna sabar, tapi
kata-kata itu seolah-olah langsung mampu mengobati kecapaian kami mengurus mereka.
“Trimakasih ya, Raisa sudah ngingetin ummi,” itulah jawaban istriku
biasanya yang betul-betul bersyukur atas nikmat anak-anak penyejuk jiwa.
Terima kasih ya Allah atas karuniamu
ini yang tidak bisa diganti dengan lembaran dollar. Ya Tuhan kami,
anugrahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai cahaya mata
(qurratu a’yun). Doa ini yang tidak pernah putus dan kering dari bibir kami
mengiringi perkembangan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar