Assalamualaikum Warahmatullahai Wabarakatuh

Sabtu, 09 November 2013

Proposal Tesis "Konsep Nafs Menurut Tafsir al-Misbah"


A.    Latar Belakang 
Proses modernisasi, seringkali mengagungkan nilai-nilai yang bersifat materi dan anti rohani, sehingga mengabaikan unsur-unsur spiritualitas. Benturan nilai-nilai materi dan unsur-unsur rohani dalam alam modern, secara tidak langsung member gambaran bagi sikap hidup suatu komunitas pada zaman tertentu.[1] Zaman yang mengagung-agungkan materi hanya akan membawa kepada kegersangan jiwa bahkan mematikan hati. analisis Ahmad Mubarok, mengidentifikasi penyakit atau ganguan-ganguan kejiwaan yang dialami oleh manusia-manusia modern, diantaranya; 1) kecemasan karena hilangnya orietasi hidup (the meaning of life). 2) kesepian karena hubungan/relasi interpersonal yang dibangun jauh dari ketulusan. 3) kebosanan hidup dalam kepalsuan dan kepura-puraan. 4) prilaku menyimpang. 5) psikosomatik, adalah ganguan fisik yang disebabkan oleh faktor-faktor kejiwaan dan sosial.
Al-Qur’an turun sebagai pedoman (hudan) bagi seluruh manusia sampai akhir zaman telah memberikan sinyal bahwa manusia yang mulia bukanlah ditentukan dari seberapa besar kekayaannya atau seberapa bagus penampilannya fisiknya yang kesmuanya itu bersifat profan (fana) tidak abadi. Akan tetapi manusia yang paling mulia adalah mereka yang bertaqwa.[2] Dalam beberapa hadis nabi juga menjelaskan bahwa Allah tidak melihat kondisi fisik (unsur materi) tetapi yang disaksikan adalah hati dan amal perbuatan[3]. Jiwa bersih yang melahirkan amal shaleh.
Berbicara tentang jiwa maka akan membicarakan psikologi sementara psikologi akan berbicara tentang manusia. secara bahasa psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche yang berarti “jiwa” dan logos yang berarti “ilmu”. Dengan demikian, secara harfiah psikologi sering memberi kesan sebagai ilmu yang mempelajari jiwa. Namun,  dewasa ini istilah psikologi sengaja dibedakan dari istilah ilmu jiwa. Psikologi tidak mempelajari jiwa, melainkan gejala-gejala kejiwaan.[4] Gejala-gejala ini kemudian umum dikenal dengan prilaku atau tingkah laku
Mengkaji tentang manusia, menjadi kajian yang tidak pernah berhenti. Dr. Alexis Carrel (1873-1944) menulis: “Pengetahuan tentang makhluk-makhluk hidup secara umum dan manusia secara khusus belum lagi mencapai kemajuan seperti yang telah dicapai di bidang-bidang ilmu pengetahuan lain. Manusia adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan serta amat kompleks.[5] Muncul kemudian banyak aliran-aliran psikologi dalam melihat dan mengkonstruksi konsep manusia, diantaranya, teori strukturalisme yang dikemukakan pertama kali oleh Wilhelm Wundt (1248-1339 H/1832-1920 M). teori ini menguraikan struktur atau susunan jiwa, bahwa jiwa itu terdiri atas elemen-elemen yang berhubungan satu dan lainnya melalui proses (mekanisme) assosiasi. Kemudian muncul aliran fungsionalisme yang merupakan reaksi terhadap strukturalisme. Strukturalisme berusaha mencari isi kesadaran dan menanyakan hakikat jiwa, sehingga akhirnya merumuskan bahwa jiwa adalah kesadaran.
Selanjutnya muncul aliran gestalt yang merupakan protes terhadap strukturalisme. Menurut teori gestalt, strukruralisme dan juga fungsionalisme mengutamakan elemen-elemen jiwa dan kurang memperhatikan keseluruhan. Yang utama bukanlah elemen, tapi keseluruhan. Perkembangan selanjutnya muncul teori psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud (1273-1358 H/1856-1939 M). Freud mengatakan bahwa jiwa terdiri dari tiga system, yaitu id, ego, dan super ego. Disisi lain jiwa terdiri dari tiga system kesadaran, yaitu the consciousness (kesadaran), the preconsciousness (bawah sadar), dan the unconsciousness (ketidaksadaran). Freud berpendapat bahwa pusat tingkah laku adalah the consciousness (kesadaran).[6] Kemudian muncul aliran behaviorisme yang memandang jiwa sebagai system mekanistik yang merespon rangsangan dari luar. Selanjutnya Abraham Harold Maslow memunculkan teori Humanistik.[7]
Dalam khazanah keilmua Islam, filsafat berkembang dengan sangat pesat, tetapi psikologi tidak berkembang. Hal ini bukan berarti para ulama tidak tertarik kepada masalah jiwa. Al-Qur’an dan hadits sendiri banyak berbicara tentang jiwa (nafs), tetapi pengalaman psikologis masyarakat Islam berbeda dengan pengalaman psikologi masyarakat Barat. Masyarakat modern Barat tumbuh di atas puing-puing kekecewaan kepada gereja yang berseberangan dengan pemikiran modern sehingga agama (gereja) kemudian dipisahkan dari urusan dunia. 
Relasi agama dengan psikologi terpolarisasi menjadi empat periode. Pertama, berlangsung sekitar paruh kedua abad ke-19. Psikologi sebagai sains dan agama tidak mendapatkan tempat yang penting dalam kajiannya. Persentuhan agama dan psikologi belum menemukan wujudnya. Kedua, berlangsung pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20. Cirinya terlihat ada usaha-usaha dari para psikolog untuk mengkaji dan menafsirkan perilaku beraga berdasarkan konsep teori psikologi. Harmonisasi psikologi dengan agama.
Ketiga, berlangsung sejak tahun 1930 sampai dengan sekitar tahun 1950-an. Periode ini kemerosotan hubungan agama dengan psikologi. Munculnya kecurigaan dan saling antipati antara satu dengan yang lain. Keempat, dimulai sekitar tahun 1960-an dan masih berlangsung sampai sekarang. Pada periode ini, pengembangan psikologi mengarah pada usaha-usaha untuk menjadikan nilai, budaya, dan agama sebagai objek kajian psikologi dan sekaligus sebagai sumber inspirasi bagi pembangunan teori-teori psikoligi.[8] Agama bisa mengkritisi maupun bisa mendukung sebuah teori. Meskipun al-Qur’an bukanlah kitab sains namun, tidak bisa dinafikkan bahwa al-Qur’an mengandung benih-benih ilmu pengetahuan.
Sudah sejak lama al-Qur’an menginformasikan bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan memiliki sosok diri yang terbentuk dari unsur fisik dan nonfisik. Secara anatomis, pemahaman terhadap unsure fisik tampaknya tak jauh berbeda dari konsep manusia menurut pandangan ilmuwan Barat, meskipun dalam pengertian khusus konsep islam tentang manusia lebih rinci.[9]
Manusia menurut terminologi al-Qur’an dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Manusia disebut al-basyar berdasarkan pendekatan aspek biologisnya. Dari sudut pandang ini manusia dilihat sebagai makhluk biologis yang memiliki dorongan primer (makan, minum, hubungan seksual) dan makhluk generative (berketurunan). Sedangkan, dilihat dari fungsi dan potensi yang dimiliknya manusia disebut al-insan. Disebut al-nas yang umumnya dilihat dari sudut pandang hubungan social yang dilakukannya. Manusia pun disebut sebagi al-ins untuk menggambarkan aspek spiritual yang dimiliki. Al-Qur’an juga menyebut manusia sebagai Bani Adam. Konsep ini untuk menggambarkan nilai-nilai universal yang ada pada pada diri setiap manusia tanpa melihat latar belakang perbedaan jenis kelamin, ras, dan suku bangsa atau aliran kepercayaan masing-masing.[10] Konsep manusia yang berdasarkan wahyu tetunya akan berbeda dengan yang tanpa bimbingan wahyu.
Mengkaji manusia dalam perspektif al-Qur’an menjadi sangat urgen, sebagai seorang muslim al-Qur’an tentunya menjadi sumber rujukan yang utama sebelum yang lainnya. Setelah manusia difahami secara qur’ani selanjutnya didialogkan dengan konsep-konsep manusia hasil pengamatan manusia. Khusunya an-Nafs yang merupakan inti dari manusia.[11] kajian tentang manusia dan jiwa dengan  metode tafsir maudu’i telah banyak dilakukan, dengan rujukan tafsir-tafsir klasik maupun modern. Tetapi kajian tafsir al-Misbah dengan tema pembahasan nafs, sepanjang penelusuran penulis belum ada yang membahasnya. Tesis ini mencoba untuk memberikan sumbangan teoritis –walaupun hanya dalam bentuk low level probability theory (teori kemungkinan yang berperingkat rendah) mengenai nafs atau jiwa.
Disamping kelebihan dan kekurangan yang dimiliki M. Quraish Shihab, beliau termasuk intelektual muslim Indonesia yang unik. Pendidikan Tingginya yang kebanyakan ditempuh di Timur Tengah, Al-Azhar, Cairo ini, oleh Howard M. Federspiel dianggap sebagai seorang yang unik bagi Indonesia. Mengenai hal ini ia mengatakan sebagai berikut: "Ketika meneliti biografinya, saya menemukan bahwa ia berasal dari Sulawesi Selatan, terdidik di pesantren, dan menerima pendidikan tingginya di Mesir pada Universitas Al-Azhar, di mana ia menerima gelar M.A dan Ph.D-nya. Ini menjadikan ia terdidik lebih baik dibandingkan dengan hampir semua pengarang lainnya yang terdapat dalam Popular Indonesian Literature of the Quran, dan lebih dari itu, tingkat pendidikan tingginya di Timur Tengah seperti itu menjadikan ia unik bagi Indonesia pada saat di mana sebagian pendidikan pada tingkat itu diselesaikan di Barat.[12]
Corak pemikirannya dalam tafsir lebih condong menggunakan metode maudu’i serta banyak menekankan perlunya memahami wahyu Ilahi secara kontekstual dan tidak semata-mata terpaku pada makna tekstual agar pesan-pesan yang terkandung di dalamnya dapat difungsikan dalam kehidupan nyata –disamping penulis yang sangat produktif- menambah keunikan M. Quraish Shihab. Sehingga mengkaji dan menggali Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab tentunya sangat menarik. Setidaknya dalam konteks keindonesian menjadi sumbangan yang berharga karena tidak banyak pemikir muslim Indonesia bidang Tafsir.
Dalam konteks karakter[13] yang difahami dalam bahasa agama sebagai akhlak. Ada beberapa istilah yang mirip dan sering disamakan antara karakter dengan kepribadian dan temperamen, padahal  sebenarnya berbeda. Karakter lebih menjurus ke arah tabiat-tabiat yang dapat disebut benar atau salah, sesuai atau tidak sesuai  dengan norma-norma sosial yang diakui[14] pendidikan karakter Indonesia memuat delapan belas karakter, jika diamati denganseksama karakter sebenarnya adalah kerja hati atau jiwa yang melahirkan prilaku. dalam surat al-Ra’d/13:11, di samping mengisyaratkan nafs sebagai wadah, ia juga mengisyaratkan sebagai penggerak tingkah laku. Tuhan tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah isi dari nafs mereka. Masih banyak ayat lain menjelaskan bahwa nafs menjadi penggerak. Maka mengaitkan karakter dengan nafs menjadi relevan dalam tesis ini
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, Agar lebih fokus dan pembahasannya tidak melebar, maka dirumuskanlah rumusan masalah sebagai berikut;
1.      Bagaimana konsep nafs/jiwa dalam al-Qur’an tafsir al-Misbah?
2.      Bagaimana solusi nafs/jiwa dalam membentuk karakter?
C.    Tujuan dan Kegunaan
1.      Tujuan Penelitian
sejalan dengan rumusan masalah yang diajukan di atas, tujuan penelitian tesis ini adalah untuk mengetahui konsep nafs dalam tafsir al-Misbah. untuk mengetahui tujuan itu maka disusunlah beberapa tujuan sebagai berikut:
1.      Untuk menganalisis bagaimana konsep nafs/jiwa dalam tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab.
2.      Untuk menganalisis bagaimana solusi nafs/jiwa dalam membentuk karakter.
2.      Kegunaan/Kepentingan
Diantara kegunaan pembahasan ini adalah:
1.      Sumbangan wacana ilmiah kepada dunia pendidikan, khusunya pendidikan Islam dalam rangka memperkaya khazanah keilmuan psikologi pendidikan Islam dalam perspektis al-Qur’an
2.      Motivasi dan sumbangan gagasan kepada peneliti selanjutnya yang akan meneliti penelitian yang serupa berhubungan konsep nafs dalam perspektif tafsir al-Qur’an.
D.    Landasan Teori
Aristoteles, filosof Yunani kenamaan itu, mendefinisikan manusia sebagai hewan yang berpikir (thinking animal). Sebagian antropologi berpendapat bahwa cirri khas manusia adalah kesadaran dan kemauannya untuk berteknik, sehingga manusia adalah makhluk bertekni. Beda lagi dengan sosiolog bahwa manusia adalah makhluk social. Para ahli bidang etika mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab.[15] Gabaran-gambaran di atas menunjukkan keunikan manusia diantara kelebihan dan kekurangannya.
Manusia terdiri dari dua unsur pokok yaitu gumpalan tanah dan hembusan Ruh. Ia adalah kesatuan dari kedua unsure tersebut yang tidak dapat dipisahkan. Bila dipisah, maka ia bukan lagi manusia, sebagaimana air, yang merupakan perpaduan antara oksigen dan hedrogen, dalam kadar-kadar tertentu bila salah satu di antaranya terpisah maka ia bukan air lagi.[16]
Bagaimana al-Qur’an berbicara tentang manusia?, sekurang-kurangnya ada sebelas istilah kunci yang digunakan al-Qur’an untuk menjelaskan manusia. Kesebelas istilah itu adalah: البشر, الانس, الإنسان, الانس, الناس, بنى ادم, النفس, العقل, القلب, الروح,   الفطر. .[17] masing-masing istilah memiliki makna yang berbeda. Al-Qur’an menyebut nafs dalam bentuk-bentuk kata jadian تنفّس, يتنافس, متنافسون, نفس, نفوس, انفس. . dalam bentuk mufrad, nafs disebut 77 kali tanpa idhafah dan 65 kali dalam bentuk idhafah. Dalam bentuk jamak nufus disebut 2 kali, sedang dalam bentuk jamak anfus disebut 158 kali. Sedangkan kata tanaffasa-yatanaffasu dan al-mutanaffisun masing-masing hanya disebut satu kali.[18]
Dalam bahasa Arab, nafs mempunyai banyak arti, dan salah satunya adalah jiwa. Oleh karena itu, ilmu jiwa dalam bahasa Arab disebut dengan nama Ilmu an-Nafs dalam arti jiwa telah dibicarakan para ahli sejak kurun waktu yang sangat lama. Dan persoalan nafs telah dibahas dalam kajian filsafat, psikologi, dan juga ilmu tasawwuf.
Dalam filsafat, pengertian jiwa diklasifikasi dengan bermacam-macam teori, antara lain:
1.      Teori yang memandang bahwa jiwa itu merupakan subtansi yang berjenis khusus, yang dilawankan dengan subtansi materi, sehingga manusia dipandang memiliki jiwa dan raga.
2.      Teori yang memandang bahwa jiwa itu merupakan suatu jenis kemampuan, yakni semacam pelaku atau pengaruh dalam kegiatan-kegiatan
3.      Teori yang memandang jiwa semata-mata sebagai sejenis proses yang tampak pada organism-organisme hidup.
4.      Teori yang menyamakan pengertian jiwa dengan pengertian tingkah laku.[19]
Berdasrkan pola tingkah laku seseorang, tiga komponen psikologis yaitu kognisi, afeksi, dan konasi yang bekerja secara kompleks merupakan bagian yang menentukan sikap seseorangterhadap suatu objek, baik yang berbentuk konkret maupun objek yang abstrak. Komponen kognisi akan menjawab tentang apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang objek. Komponen afeksi dikaitkan dengan apa yang dirasakan terhadap objek (senang atau tidak senang). Sedangkan, komponen konasi berhubungan dengan kesedian atau kesiapan untuk bertindak terhadap objek. [20]
Kepribadian menurut pandangan psikologi terdiri dari dua unsure, yaitu unsure hereditas dan pengaruh lingkungan. Hubungan antara unsure hereditas dan pengaruh lingkungan inilah yang membentuk kepribadian. Adanya kedua unsure yang membentuk kepribadian itu menyebabkan munculnya konsep tipologi dan karakter. Tipologi lebih ditekankan pada unsure bawaan, sedangkan karakter lebih ditekankan oleh adanya pengaruh lingkungan.[21] Hanya watak (karakter) yang memiliki peluang untuk diubah atau dipengaruhi.[22]
Istilah karakter berasal dari bahasa Yunani, charassein, yang berarti to engrave atau mengukir. Membentuk karakter diibaratkan seperti mengukir di atas batu permata atau permukaan besi yang keras. Dari sanalah kemudian berkembang pengertian karakter yang diartikan sebagai tanda khusus atau pola perilaku (an individual’s pattern of behavior … his moral contitution) (Karen E. Bohlin, Deborah Farmer, Kevin Ryan, Building Character in School Resource Guide, San Fransisco: Jossey Bass, 2001, hlm.1).[23] hubungan antara nafs dengan karakter terletak pada pendorong prilaku yang melahirkan tindakan.
E.     Tinjauan Pustaka
Tulisan tentang nafs atau pun jiwa tidak ada, bahkan bisa dikatakan melimpah, tetapi setalah melakukan kajian pustaka tidak banyak kemudian tulisan yang mengkaji secara mendalam konsep nafs dari tafsir al-Misbah Karya M. Quraish Shihab. Telah dikatahui bersama bahwa tafsir memiliki warna dan corak yang beragam; ada yang berdasarkan nalar penulis saja, ada yang berdasarkan riwayat-riwayat, ada pula yang menyatukan keduannya.[24] Disamping itu, setting sejarah, dan tingka keilmuan mufassir turut membawa pengaruh pada produk tafsirnya. Nafs atau jiwa sangat berkaitan erat dengan ilmu psikologi yang merupakan disiplin ilmu yang mengkaji tentang manusia. Sehingga berbicara tentang konsep nafs tidak pernah lepasa dari konsepsi-konsepsi manusia itu sendiri.
Baharuddin. Paradigma Psikologi Islami. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004)[25]. Mencoba membangun konsep-konsep psikologi islami dengan metode tafsir maudu’i atau tematik dengan pola pikir pemaknaan dan reflektif. Dalam membangun psikologi islami Baharuddin tidak memulainya dari nol, tapi memanfaatkan teori-teori psikologi Barat dengan terlebih dahulu diuji dengan konsep-konsep islami. Penelitian ini cukup komprehensif dalam menjelaskan paradigma psikologi islami, dimulai dari membicarakan psikis manusia dalam al-Qur’an, kemudian mengupas elemen-elemen psikologi dari al-Qur’an, yang kemudian puncaknya membangun paradigma psikologi islami.
Ahmad Mubarok. Jiwa dalam al-Qur’an. (Jakarta: Paramadina, 2000).[26] Dengan menggunakan metode tafsir maudu’i buku ini banyak memberikan wawasan dan pengetahuan dari berbagai aspek yang berkaitan dengan nafs/jiwa. Baik secara definitif maupun fungsi-fungsi nafs sebagai penggerak tingkah laku. Disertasi ini juga upaya-upaya dalam mensucikan jiwa (Tazkiyah an-Nafs) dan keutamaan-keutamaannya. Kemudian al-Qur’an menyebutkan an-nafs dalam tiga term, pertama, al-Nafs al-Lawwamah[27] (jiwa yang amat menyesali dirinya). Kedua, al-Nafs al-Muthma’innah (jiwa yang tenang).[28] Ketiga, Nafs Ammarah[29] (nafsu yang rendah) dan menjelaskan secara mendalam dengan pendekatan tematik.
Zakiah Darajat. Ilmu Jiwa Agama. (Jakarta: Bulan Bintang, 1983). Buku ini menjelaskan sejarah munculnya psikologi dan proses tumbuhnya rasa beragama pada individu. Zakiah Darajat. Islam dan Kesehatan Mental. (Jakarta: Cv. Masagung,1991). Buku ini menceritakan bagaimana hubungan rukun iman dengan kesehatan mental dan pengaruh pendidikan pada kesehatan mental.
H. Jamaluddin. Psikologi Agama. (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010). Buku ini mengupas sejarah relasi antara psikologi dengan agama dan perkembangan psikologi agama. Pembahasan jiwa/nafs dikaitkan dengan keagamaan pada anak, usia dewasa, usia lanjut. Disamping itu diangkat pula problem-problem jiwa dalam pengaruhnya pada kebudayaan, keagamaan dan pendidikan. Intinya adalah bagaimana jiwa/nafs berhadapan dengan problem-problem kehidupan.   
Tesis yang berjudul Konsep Jiwa dalam al-Qur’an, Solusi Qur’ani untuk Penciptaan Kesehatan Jiwa dan Implikasinya Terhadap pendidikan Islam, ditulis oleh  H. M. Aji Nugroho. Tesis ini, merupakan penelitian pustaka (Library Research) dengan metode tafsir maudu’i (tematik) menyimpulkan bahwa jiwa adalah nafs yang merupakan sisi dalam dari dalam diri manusia yang memiliki aspek kejiwaaan yakni keseluruhan kualitas manusia berupa pikiran, perasaan, kemauan, dan kebebasan. Pada konteks kesehatan jiwa, secara psikis terdapat tiga dimensi yaitu, al-aql, al-qlb, an-nafsu dalam pandangan al-Qur’an kesehatan jiwa akan terwujud manaka al-aql dan al-qalb dapat diarahkan pada dimensi ruhaniah dengan akhlak terpuji sebagai indikatornya dan menghindarkan dari an-nafsu yang mendorong kepada perbuatan negative dan destruktif.
Tesis yang berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Ibadah shalat (Kajian Tafsir al-Misbah Karya Muhammad Quraish Shihab, ditulis oleh  Suharti. Tesis ini mengkaji nilai dalam ibadah shalat dengan objek kajiannya adalah Tafsir al-Misbah. Skripsi yang berjudul Homo Seks Dalam al-Qur’an, Telaah Kritis Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah, ditulis oleh Machmunah. Tesis ini menggali metodologi penafsiran M. Quraish Shihab tentang Homo Seks kemudian mengkritisinya.
Dari penelusuran pustaka, penulis belum menemukan penelitian yang secara spesifik mengkaji konsep nafs/jiwa dalam tafsir al-Misbah karya  M. Quraish Shihab yang kemudian dikaitkan dengan pembentukan karakter. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya M. Quraish Shihab adalah ulama kontemporer yang tidak diragukan lagi otoritas keilmuannya. Tafsir al-Misbah merupakan produk tafsir modern dengan kombinasi atau gabungan dua metode yaitu tahlili[30] dan maudu’I ditambah dengan ijtihad dan dikuatkan dengan rujukan pendapat dan fatwa ulama yang relevan.[31] Oleh karena itu penelitian ini menjadi penting.
F.     Metode Penelitian
1.      Jenis Penelitian
Kajian tesis ini berdasarkan atas kajian pustaka atau literatur. Oleh karena itu Penelitian ini merupakan penelitian kajian pustaka (library research), yaitu penelitian yang berusaha menghimpun data dari khazanah literatur dan menjadikan dunia tesk sebagai objek utama analisisnya. Penelitian ini mencoba untuk mengkonstruk konsep nafs (jiwa) yang terdapat dalam tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab.
Penelitian ini juga penelitian studi tokoh, dalam hal ini adalah M. Quraish Shihab. Menurut Kunto Wijoyo, ada dua macam biografi, yaitu, pertama, portrayal (portrait), dan kedua, scientific (ilmiah) dalam hal ini penulis menggunakan biografi scientific sebagai model penelitian. Dalam biografi yang scientific, seorang peneliti berusaha menerangkan tokoh berdasarkar analisis ilmiah.[32]
2.      Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research). Data diambil dari kepustakaan baik berupa buku, dokumen, maupun artikel[33], sehingga teknik pengumpulan datanya dilakukan melalui pengumpulan sumber-sumber primer maupun sekunder. Seperti halnya Metode dokumentasi yang mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya.[34]
Data penelitian ini menggunakan data kualitatif yang dinyatakan dalam bentuk kata atau kalimat.[35] Ada dua jenis data yaitu data primer dan sekunder. Data primer dalam  penelitian  ini  adalah Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur'an (15 Volume, Jakarta: Lentera Hati, 2003).[36] Sedangkan sumber sekundernya termuat dalam karya-karya M. Quraish Shihab berbentuk buku yang kurang lebih berjumlah 50-an yang berbicara tentang tafsir, fatwa, dan problem-prpblem keagamaan lainnya. Diantaranya yakni; 1)  Satu Islam, Sebuah Dilema (Bandung: Mizan, 1987); 2) Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Departemen Agama, 1987); 3) Membumikan al-Qur'an; Fungsi dan Kedudukan Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 1994); 4) Lentera Hati; Kisah dan Hikmah Kehidupan (Bandung: Mizan, 1994); 5) Studi Kritis Tafsir al-Manar (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996); 6) Wawasan al-Qur'an; Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 1996); 7) Tafsir al-Qur'an (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997); 8) Secercah Cahaya Ilahi; Hidup Bersama Al-Qur'an (Bandung; Mizan, 1999)  dll.[37] Dan buku-buku lain yang relevan dengan tema yang dikaji
Kemudian dibutuhkan langkah-langkah yang sistematis sebagai panduan dalam pembahasan. Adapun langkah yang akan peneliti lakukan dalampembahasan meliputi berikut ini:
a.       Mengumpulkan ayat-ayat yang berbicara tentang term nafs, baik yang langsung menyebut term nafs maupun yang berhubungan dengan makna nafs.
b.      Merumuskan makna nafs dari ayat-ayat tersebut dengan analisis Tafsir Al-Misbah karya M. Quraish shihab.
c.        Membaca dengan cermat dan teliti terhadap sumber data primer yang berbicara dan mendukung tema nafs dari karya-karya M. Quraish Shihab.
3.      Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis data, penelitian ini menggunakan metode[38] deskriptif yang berarti analisis dilakukan dengan cara menyajikan deskripsi sebagaimana adanya, tanpa campur tangan pihak peneliti.[39] Usaha pemberian deskripsi atas fakta tidak sekedar diuraikan, tetapi lebih dari itu, yakni fakta dipilih-pilih menurut klasifikasinya, diberi intepretasi, dan refleksi.[40]  
Pendekatan sama dengan istilah approach yang bisa diartikan sebagai cara atau metode analisis yang didasarkan pada teori tertentu.[41] Karena objek kajian penelitian ini adalah al-Qur’an tafsir al-Misbah maka pendekatan yang relevan adalah pendekatan tafsir Maudu’i  atau tematik dengan bertolak dari analisis bahasa (linguistic) dan analisis konsep. Terfsir maudu’i terbagi dua, pertama, dengan cara membahas satu surat al-Qur’an secara menyeluruh, memperkenalkan dan menjelaskan maksud-maksud umumnya secara garis besar, dengan cara menghubungkan berbagai ayat dan berbagai pokok masalah dalam satu surat tertentu.[42] Kedua, dengan cara menghimpun dan menyusun seluruh ayat yang memiliki kesamaan arah, kemudian menganalisisnya dari berbagai aspek, untuk kemudian menyajikan hasil tafsir ke dalam satu tema bahasan tertentu[43]. Peneliti lebih cenderung untuk menggunakan cara kedua. yaitu berusaha menghimpun ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai surat dan yang berkaitan dengan persoalan dan topic yang ditetapkan sebelumnya. Kemudian, panafsir membahas dan menganalisis kandungan ayat tersebut –dalam hal ini menggunakan analisis tafsir al-Misbah- sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.
Sedangkan untuk menganalisis kata-kata dan term-term tertentu dari ayat al-Qur’an, penulis menggunakan معجم مفردات الفاظ القران karangan al-Raghib al-Isfahani di samping لسان العربي karya Ibn Mandzur. Adapun untuk memudahkan teknis pencarian ayat penulis menggunakan  المعجم المفهرس لالفاظ القران  karangan Fu’ad Abd al-Baqi.
G.    Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah  dalam penyajian dan memahami tesis ini, maka skripsi ini disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut: Bab pertama, Pendahuluan, yang akan membahas mengenai: latar belakang masalah, rumusan  masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian, kerangka teoritik, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua, mengkaji dan mengurai Tafsir al-Misbah, latar belakang penulisannya, metodologinya, keistimewaannya, dan posisinya di antara tafsir-tafsir kontemporer yang ada. Kemudian biografi  M. Quraish Shihab dimulai dari perjalan intelektualnya, pemikiran-pemikirannya dan karya-karyanya. Bab ketiga, pembahasan dan analisis konsep nafs dalam perspektif tafsir al-Misbah, dan kemudian mengkonstruk fungsi dan peran nafs dalam membentuk karakter
Bab keempat, merupakan penutup dari teisi kesimpulan dari pembahasan dan analisis pada bab-bab sebelumnya, kemudian saran-saran dari hasil penelitian ini dan kata penutup (closing speech) yang berisi rasa syukur serta ajakan bagi pembaca untuk melakukan kritik dan saran atas penelitian ini.
H.    Daftar Pustaka
Baharuddin, Paradigma Psikologi Islami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Edisi Kedua, Yogyakarta: Tiara
Wacana, 203.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1993.
Hadi, Amirul & H. Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia. 1998.
Siswantoro, Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologis, Suarakarta: Sebelas Maret University Press, 2004
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Edisi Kedua, Yogyakarta: Tiara Wacana, 203.
Nawawi, Hadari, Metodologi penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada Universy press, 2001
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat pendidikan Islam, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1989
Mubarock, Ahmad, Jiwa dalam al-Qur’an, Jakarta: Paramadina, 2000, h. 1

Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010
Sri Rumini (et al:), Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: UNY Press, 2006
Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 2001
Al-Insan, Jurnal Kajian Islam, vol. 1, no. I, januari 2005






KONSEP NAFS DALAM  TAFSIR AL-MISBAH
KARYA M. QURAISH SHIHAB
(SOLUSI QUR’ANI DALAM MEMBENTUK KARAKTER)
Proposal Tesis
Diajukan Sebagai Tugas Akhir
Metodologi Penelitian



Oleh
Syahrul, S.Pd.I
NBM: 20121010016

PSIKOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
MEGISTER STUDI ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2013


[1] Ahmad Mubarock, Jiwa dalam al-Qur’an, Jakarta: Paramadina, 2000, h. 1
[2] QS. Al-Hujurat -49: 13.
[3] HR. Imam Bukhari
[4] Sri Rumini (et al:), Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: UNY Press, 2006, hlm. 5
[5] M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 2001, hlm. 224
[6] Lihat Baharuddin, Paradigma Psikologi Islami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 8-10
[7] Humanistic mengakui adanya kualitas insan dalam diri manusia berupa berpikir, abstraksi, imajinasi, perasaan, dan lain-lain
[8] Baharuddin, Paradigma Psikologi Islami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 3-6
[9] Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010, hlm. 46
[10] Ibid., hlm. 46
[11] Dalam hadis yang panjang yang diriwayatkan secara muttafaq alaih disebutkan bahwa …. Dan ingatlah, di dalam jasad itu terdapat segumpal daging. Jika baik, seluruh jasad akan baik, dan jika ia rusak, seluruh jasad pun akan rusak.
[12] juga http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Quraish_Shihab
[13] Karakter dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain; tabiat; watak, sedangkan berkarakter berarti mempunyai tabiat; mempunyai kepribadian; berwatak
[14] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat pendidikan Islam, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1989, hlm 66

[15] M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 2001, hlm. 227
[16] Ibid,. hlm. 233
[17] Baharuddin, Paradigma Psikologi Islami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, h. 2
[18] Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur’an, Jakarta: Paramadina, 2000, h. 42-43
[19] Ibid., hlm. 25-26
[20] Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010, hlm.
260
[21] Ibid,. hlm. 308
[22] Ibid., hlm 267
[24] M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’a, Bandung: Mizan, 2001, 47
[25] Disertasi Baharuddin di UIN Yogyakarta yang telah diterbitkan menjadi buku pada 2004 dengan judul “PARADIGMA PSIKOLOGI ISLAMI (Studi tentang Elemen Psikologi dari al-Qur’an)”.
[26] Disertasi penulis pada Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,  yang kemudian diterbitkan menjadi buku teks.
[27] QS. Al-Qiyamah/75:1-2
[28] QS. Al-Fajr/89:27-30
[29] Qs. Yusuf/12:53
[30] merupakan cara menafsirkan ayat-ayat Alquran dengan mendeskripsikan uraian-uraian makna yang terkandung dalam ayat-ayat Alquran dengan mengikuti tertib susunan surat-surat dan ayat-ayat sebagaimana urutan mushaf Alquran, dan sedikit banyak melakukan analisis di dalamnya: dari segi kebahasaan, sebab turun, hadis atau komentar sahabat yang berkaitan, korerasi ayat dan surat, dll
[32] Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Edisi Kedua, Yogyakarta: Tiara Wacana, 203.
[33] Hadari Nawawi, Metodologi penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada Universy press, 2001), h. 95
[34] Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1993.
[35]Amirul Hadi & H. Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia. 1998, hal. 126
[37] Lihat juga http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Quraish_Shihab
[38] Metode diartikan sebagai prosedur atau tata cara yang sistematis yang dilakukan seorang penelti dalam upaya mencapai tujuan seperti memecahkan masalah, atau menguak phenomena tertentu.
[39] Siswantoro, Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologis, (Suarakarta: Sebelas Maret University Press), 2004, h. 49
[40] Ibid., h. 50
[41] Ibid., h. 81
[42] Baharuddin, Paradigma Psikologi Islami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 38-39
[43] Ibid, h. 39

2 komentar:

  1. Salam.
    Gan, saya mau meneliti tentang Prof Quraish Shihab dalam tesis saya.
    Boleh saya gunakan kutip tesis agan sebagai tinjauan pustaka dalam tesis saya?
    Boleh saya minta no kontak agan?
    Mohon responnya, terimakasih.

    BalasHapus